Menu Close
Peneliti dan ahli mengatakan tren online learning akan terus menguat dalam beberapa tahun ke depan, bagaimana pimpinan perguruan tinggi bisa mempersiapkannya? (Flickr/Shaylor), CC BY-ND

Bagaimana pimpinan universitas bisa mulai memikirkan masa depan online learning pasca COVID-19

Memasuki tahun akademik baru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan baru saja mewajibkan institusi pendidikan tinggi untuk melanjutkan proses pembelajaran secara daring.

Berbagai peneliti dan ahli pun mengatakan bahwa tren online learning akan terus menguat.

Tren pembelajaran daring tersebut membuka begitu banyak ketidakpastian - mulai dari teknologi pembelajaran seperti apa yang tepat hingga skema kuliah seperti apa yang ideal - bagi institusi pendidikan tinggi selama beberapa tahun ke depan.

Sayangnya, perencanaan strategis kampus selama ini, biasa disebut ‘Renstra’, hanya mempertimbangkan jangka menengah yakni hingga 5 tahun ke depan padahal untuk mengantisipasi tren online learning membutuhkan perencanaan secara lebih jangka panjang.

Salah satu kerangka perencanaan strategis yang bisa dilakukan untuk melakukan ini adalah konsep ‘futures thinking’ (Berpikir Masa Depan).

Konsep ini melihat sebuah masalah minimal 10 tahun ke depan untuk memprediksi dan mengantisipasi topik-topik yang senantiasa berubah di sektor ekonomi, energi, hingga lingkungan.

Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sudah menyarankan penggunaan kerangka futures thinking yang lebih intensif dalam pendidikan tinggi untuk membantu institusi merangkai berbagai kebijakan yang lebih mampu mengantisipasi berbagai tren pendidikan di masa depan.

Bagaimana universitas bisa melakukan futures thinking?

Saya menyarankan dua metode futures thinking yang bisa diterapkan pimpinan universitas.

Yang pertama adalah pemetaan kekuatan institusi melalui suatu metode yang disebut ‘Empat Kuadran Masa Depan’, serta pembedahan hambatan dan peluang tren pendidikan melalui kerangka yang disebut dengan ‘Causal Layered Analisis’ (CLA).

1. Menentukan strategi online learning berdasarkan pemetaan kekuatan institusi

Future Four Square Game (Empat Kuadran Masa Depan) adalah suatu metodologi yang digagas oleh Institut Studi Masa Depan (IFTF) - sebuah lembaga riset yang berbasis di California, Amerika Serikat.

Cara kerja dari kerangka ini adalah memetakan kekuatan suatu institusi untuk menghadapi tren sehingga mendapatkan pendekatan yang tepat.

Ada empat alternatif strategi berdasarkan hasil pemetaan tersebut, yakni kolaborasi lintas institusi, simulasi kebijakan, melakukan forecasting (prediksi skenario) terhadap tren, hingga melakukan tindakan aktif.

Empat kuadran masa depan pada permainan Future Four Square Game. Author provided

Saya mencoba mengaplikasikan pendekatan ini untuk institusi saya (Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya) yang ingin mengantisipasi masa depan online learning. Berikut pemetaannya berdasarkan Future Four Square Game:

  • Peningkatan tren online learning berarti pemetaan online learning akan berada di sisi kanan kuadran, yakni “getting better” (masa depannya baik).

  • Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya adalah perguruan tinggi swasta (PTS) besar yang memiliki akreditasi A. Pemetaan kekuatan institusi tersebut akan berada di sisi atas kuadran, yakni “powerful” (punya sumber daya yang baik).

Berdasarkan pemetaan kedua hal di atas, pendekatan yang ideal untuk institusi tersebut adalah melakukan kolaborasi dengan institusi lain dalam mengembangkan online learning.

2. Membedah asumsi, peluang, dan tren dunia untuk mengantisipasi tren online learning

Metode kedua yang saya usulkan dinamakan dengan Causal Layered Analisis (CLA). Kerangka analisis ini dicetuskan oleh Sohail Inayatullah, profesor studi masa depan di Tamkang University, Taiwan.

Dr. Sohail Inayatullah, profesor studi masa depan di Tamkang University, Taiwan. Wikimedia Commons, CC BY

Analisis ini bertujuan untuk melakukan perencanaan strategis melalui 4 tahapan: pemetaan asumsi, peluang dan hambatan institusional lalu pembacaan terhadap tren global. Kerangka ini sendiri lebih ideal untuk dilakukan setelah melakukan pemetaan kekuatan institusi dalam ‘Empat Kuadran Masa Depan’.

Melanjutkan studi kasus sebelumnya, untuk merumuskan strategi kolaborasi online learning maka pimpinan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya bisa melakukan tahap analisis lanjutan.

Pertama, pimpinan universitas membedah asumsi apa saja yang menghalangi terjadinya kolaborasi institusi dalam online learning.

Misalnya, beberapa ketakutan yang bisa muncul adalah kekhawatiran bahwa dosen tidak memiliki kompetensi digital, kolaborasi antar universitas membutuhkan biaya mahal, hingga kekhawatiran tidak ada sumber kelas online yang memadai untuk menjalankan online learning antar institusi.

Kedua, pimpinan kampus menjelajahi berbagai hambatan kolaborasi online learning dari segi kebijakan pendidikan, ekonomi, politik, dan historis - tidak sekadar asumsi yang ada di tengah masyarakat.

Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri sudah menganjurkan online learning untuk universitas sampai akhir tahun. Selain itu, skema ‘Kampus Merdeka’ dari Menteri Nadiem juga membuka lebar peluang kolaborasi dalam online learning.

Namun, ada juga hambatan seperti tantangan investasi, terutama untuk Perguruan Tinggi Swasta yang harus membiayai operasional online learning sendiri.

Ketiga, pimpinan kampus harus melihat sinyal dunia terhadap online learning seperti apa.

Misalnya, melihat berapa universitas yang sudah menyatakan setidaknya sampai akhir tahun akan melanjutkan online learning, maupun berbagai riset tentang tren ini. Artinya, apabila dunia sudah mendukung pertumbuhan online learning, universitas akan tertinggal apabila tidak mengantisipasinya melalui kolaborasi.

Setelah memahami asumsi, peluang dan hambatan institusional, serta tren global dari online learning, universitas bisa menentukan strategi kolaborasi dengan lebih mendetail.

Apabila sekarang ‘Kampus Merdeka’ memperbolehkan 2-3 semester di luar institusi, maka 2 semester bisa diisi online learning dengan universitas lain.

Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, misalnya, dapat bermitra melalui penjodohan berbagai program bidang unggulannya, yakni sains kesehatan - terdiri dari kedokteran, kesehatan masyarakat, teknobiologi, dan psikologi - dengan universitas terbaik dunia lain selama 1 semester.

Untuk program di bidang lainnya seperti Teknik dan Ekonomi, strateginya bisa dengan menargetkan untuk menjadi bidang unggulan dalam 10 tahun ke depan. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, melalui kolaborasi dengan program universitas lain yang juga belum dianggap unggulan.

Masa depan pendidikan tinggi harus diantisipasi sejak dini

Pendekatan futures thinking sendiri sudah banyak digunakan sebelumnya untuk mengantisipasi tren-tren dalam pendidikan tinggi.

Misalnya, suatu penelitian tahun 2010 dari University of Queensland, Australia, menerapkan Causal Layered Analisis (CLA) dengan latar pendidikan tinggi di negara berkembang.

Studi tersebut mencoba merumuskan strategi yang bisa diterapkan kampus di Vietnam untuk mengantisipasi berkembangnya tren di dunia barat saat pendidikan semakin gencar dipersonalisasi untuk setiap siswa (student-centered learning).

Lebih kini lagi, tim peneliti di University of Tehran di Iran pada tahun 2017 juga menerapkan Causal Layered Analisis (CLA) untuk menjelajah berbagai opsi perubahan kurikulum dan proses pembelajaran yang bisa dilakukan kampus untuk merespons semakin parahnya dampak krisis alam - seperti pemanasan global, ketahanan pangan, dan energi.

Di tengah disrupsi nyata pandemi COVID-19 terhadap pendidikan tinggi, pimpinan universitas perlu segera memikirkan dampak online learning selama 10 tahun ke depan mengingat dampaknya terhadap manajemen kampus yang signifikan.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now