Menu Close
Menyimpan dan mengolah musik di cloud bergantung pada pusat data yang sangat besar yang membutuhkan sumber daya dan energi dalam jumlah besar juga. https://www.shutterstock.com/g/Nicoleta+Ionescu

Dibandingkan CD dan kaset, mendengarkan musik dengan cara streaming lebih buruk bagi lingkungan

Bernostalgia untuk era ketika sebagian besar pecinta musik membeli piringan hitam sangatlah muda. Pada masa itu, pecinta musik menabung untuk belanja ke toko kaset lokal di akhir pekan. Sesudah membeli piringan hitam, mereka menuju rumah untuk kemudian mendengarkan rekaman tersebut berulang-ulang. Ritual ini dirayakan pada pada Hari Toko Kaset Internasional pada 13 April lalu, ketika konsumen mengantri untuk membeli piringan hitam edisi terbatas dari artis favorit mereka. Acara yang diluncurkan satu dekade yang lalu ini adalah upaya untuk mendorong bisnis toko kaset independen yang melemah karena banyak orang mendengarkan musik secara online (streaming).

Ah,masa lalu yang indah. pxhere, CC BY-SA

Benarkah generasi penggemar musik yang lebih dewasa lebih menghargai musik ketimbang generasi yang lebih muda? Kita cenderung enggan mempercayai mitos bahwa ada “zaman keemasan” musik dan malas mendengarkan generasi baby boomer yang kini berusia 50-64 tahun mengeluh bahwa musik dulu punya tempat lebih penting ketimbang sekarang. Kami memutuskan untuk menyelidiki hal ini. Ternyata, hal tersebut memang benar–dan jauh lebih buruk daripada yang dibayangkan.

Kami meneliti tingkat konsumsi dan produksi musik rekaman di Amerika Serikat dengan membandingkan biaya ekonomi dan lingkungan dari berbagai format pada waktu yang berbeda. Kami menemukan bahwa harga yang rela konsumen bayar untuk mendengarkan musik telah berubah secara dramatis.

Harga sebuah fonograf pada 1907, masa puncak produksinya, diperkirakan mencapai $13,88 (Rp200.000), dibandingkan dengan $10,89 untuk pemutar piringan hitam lak pada masa puncak produksinya pada 1947. Album vinil pada puncak produksi 1977, saat album Never Mind The Bollocks dari The Sex Pistols keluar, berharga $28,55, dibandingkan $16,66 untuk kaset pada tahun 1988, dan $21,59 untuk CD pada tahun 2000, dan $11,11 untuk pengunduhan album digital pada 2013 .

Puncak penipuan rock and roll: 1977. losgofres, CC BY-SA

Turunnya harga rekaman musik menjadi lebih jelas ketika Anda melihat harganya dari proporsi gaji mingguan. Konsumen bersedia membayar sekitar 4,83% dari gaji mingguan rata-rata mereka untuk album vinil pada tahun 1977. Angka ini turun menjadi 1,22% untuk album digital pada 2013.

Dengan kedatangan teknologi streaming, tentu saja, model bisnis dari konsumsi rekaman musik berubah: apa yang dulunya merupakan industri komoditas, di mana orang membeli salinan untuk dimiliki, sekarang merupakan industri jasa di mana mereka membeli akses sementara untuk mendengarkan musik yang disimpan di cloud. Hanya dengan $9,99 atau hampir 1% dari gaji mingguan rata-rata saat ini di Amerika Serikat, konsumen sekarang memiliki akses bebas iklan tanpa batas ke hampir semua rekaman musik yang pernah dirilis melalui platform seperti Spotify, Apple Music, YouTube, Pandora, dan Amazon.

Perspektif lingkungan

Meskipun pengguna membayar lebih sedikit untuk musik yang mereka dengarkan, gambarannya terlihat sangat berbeda ketika Anda meninjau dari biaya yang dikeluarkan untuk lingkungan.

Secara intuitif, kita mungkin pikir bahwa dengan produksi fisik yang lebih rendah maka emisi karbon juga akan lebih rendah. Pada 1977, misalnya, industri ini menggunakan 58 juta kilogram plastik di Amerika Serikat. Pada tahun 1988, ketika produksi kaset meledak, angkanya turun menjadi 56 juta kilogram. Ketika penjualan CD mencapai puncaknya, pada tahun 2000, angkanya kembali meningkat menjadi 61 juta kilogram. Kemudian tibalah era digital: ketika orang mulai mendengarkan musik dengan mengunduh dan streaming, jumlah plastik yang digunakan oleh industri rekaman AS turun secara dramatis menjadi 8 juta kilogram pada 2016.

Meskipun angka-angka ini tampaknya mendukung gagasan bahwa musik digital adalah musik yang tidak berwujud dan karena itu lebih ramah lingkungan, masih ada pertanyaan tentang energi yang digunakan untuk menghidupkan musik online. Menyimpan dan mengolah musik di cloud bergantung pada pusat data yang sangat besar yang membutuhkan sumber daya dan energi dalam jumlah besar juga.

Untuk dapat menunjukkan masalah ini dengan jelas, kami menerjemahkan produksi plastik dan listrik yang digunakan untuk menyimpan dan mengirimkan file audio digital ke dalam ekuivalen gas rumah kaca (GRK). Data menunjukkan bahwa GRK yang diproduksi oleh rekaman musik di Amerika Serikat mencapai 140 juta kilo pada tahun 1977, 136 juta kg pada tahun 1988, dan 157 juta kg pada tahun 2000. Pada tahun 2016 emisi gas-gas ini diperkirakan antara 200 juta kg dan lebih dari 350m juta. Tapi ingat, ini hanya angka dari Amerika Serikat saja.

Matt Brennan/Kyle Devine

Jelas ini bukan kesimpulan akhir. Untuk benar-benar membandingkan masa kini dan masa lalu (jika memungkinkan), kita harus memperhitungkan emisi yang dihasilkan oleh pembuatan perangkat musik dalam era yang berbeda. Kita juga harus menganalisis jumlah bahan bakar yang digunakan dalam mendistribusikan piringan hitam dan CD ke toko, ditambah biaya untuk mendistribusikan pemutar musik, baik dulu dan sekarang. Ada emisi dari studio rekaman dan emisi dalam pembuatan alat musik yang digunakan dalam proses perekaman. Anda bahkan mungkin ingin membandingkan emisi dalam konser langsung di masa lalu dan sekarang. Semuanya ini mulai terlihat seperti penelitian yang hampir tak ada habisnya.

Bahkan jika perbandingan antara era yang berbeda akhirnya tampak berbeda, poin utama kami tetap sama: harga yang bersedia dibayar pengguna untuk mendengarkan musik berada pada titik paling rendah sepanjang masa, tapi dampak lingkungan tersembunyi dari pengalaman itu besar sekali.

Tujuan dari penelitian ini bukan untuk merusak salah satu kesenangan terbesar dalam hidup, tapi untuk mendorong konsumen menjadi lebih ingin tahu tentang pilihan yang mereka buat saat mendengarkan musik. Apakah kita secara ekonomi memberi imbalan kepada para artis yang membuat musik favorit kita dengan cara yang secara akurat merefleksikan penghargaan kita? Apakah platform streaming merupakan model bisnis yang ideal untuk memfasilitasi pertukaran ini? Apakah streaming musik dari jarak jauh lewat cloud adalah cara yang paling tepat untuk mendengarkan musik dari sudut pandang lingkungan? Tidak ada solusi mudah, tetapi meluangkan waktu sejenak untuk merenungkan biaya yang dikeluarkan untuk mendengarkan musik dan bagaimana mereka telah berubah sepanjang sejarah adalah langkah ke arah yang benar.

Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now