Menu Close

Diskalkulia: bagaimana cara mendukung anak yang punya gangguan belajar matematika

Penguasaan matematika yang bagus sering dikaitkan dengan kesuksesan yang lebih besar dalam dunia kerja dan kesehatan yang lebih baik. Tapi sebagian besar di antara kita – hingga 22% di Inggris, negara tempat kami mengajar – mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Tak hanya itu, sekitar 6% anak di sekolah dasar di negara tersebut bisa jadi mengidap diskalkulia, suatu gangguan kesulitan belajar matematika.

Dalam perkembangan hidup manusia, diskalkulia merupakan kondisi ketika seseorang kesulitan dalam memahami angka yang terjadi secara terus menerus. Ini bisa mempengaruhi siapa saja, terlepas dari usia atau tingkat kemampuan mereka.

Persentase 6% anak-anak mengidap diskalkulia sama dengan satu atau dua anak dalam setiap kelas yang berisi 30 anak. Angka ini kurang lebih setara dengan estimasi anak-anak yang memiliki gangguan disleksia (gangguan dalam perkembangan baca-tulis). Tapi, baik masyarakat maupun guru relatif kurang mengenal diskalkulia. Riset terkait gangguan ini juga tidak sebanyak riset tentang gangguan belajar lainnya.

Anak-anak dengan diskalkulia bisa jadi kesulitan mempelajari kemampuan dan konsep matematika dasar, termasuk pencacahan, penjumlahan, pengurangan, dan perkalian sederhana. Di kemudian hari, mereka juga bisa mengalami kesulitan dalam memahami fakta dan proses matematika tingkat lanjut, termasuk peminjaman dan pembawaan, hingga memahami pecahan dan rasio, misalnya. Diskalkulia tak hanya mempengaruhi anak dalam pelajaran matematika saja: dampaknya bisa terasa dalam berbagai aspek kurikulum.

Kesulitan-kesulitan ini tidak bisa dianggap sebagai sekadar kemampuan di bawah rata-rata, atau dapat dijelaskan oleh gangguan belajar lain. Meski demikian, anak-anak dengan diskalkulia bisa jadi mengalami gangguan belajar lain secara bersamaan, seperti disleksia dan ADHD (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas).

Berikut beberapa tips praktis untuk mendukung anak dengan gangguan belajar matematika.

Gunakan alat peraga

Anak-anak dengan diskalkulia bisa terbantu dengan dukungan-gukungan praktis ketika mengerjakan soal penjumlahan dan penghitungan sederhana. Bisa jadi mereka akan sering membutuhkan alat bantu praktis, seperti jari mereka atau sempoa. Mereka juga bisa terbantu dengan alat penghitung (counters) dan manik-manik untuk membuat himpunan atau kelompok, maupun menggunakan garis bilangan untuk menggarap soal.

Anak-anak yang lebih tua bisa jadi terbantu dengan adanya suatu kertas contekan atau ringkasan (crib sheet). Ini memudahkan mereka mengakses informasi terkait tabel perkalian atau rumus-tumus tertentu.

Metode-metode pengajaran yang inklusif seperti ini bahkan bisa bermanfaat untuk semua murid, tak hanya mereka yang punya gangguan diskalkulia.

Pecah soalnya menjadi bagian-bagian yang lebih mudah

Riset menunjukkan bahwa metakognisi punya dampak positif terhadap pembelajaran matematika. Metakognisi adalah “berpikir tentang berpikir” – misalnya, memikirkan tentang informasi yang kita tahu dan yang tidak kita tahu, atau kesadaran akan strategi-strategi yang kita punya untuk menyelesaikan persoalan.

Mengajarkan anak strategi untuk mengidentifikasi pada bagian mana mereka bisa memulai memecahkan masalah, dan bagaimana caranya memecah persoalan matematika menjadi bagian yang lebih kecil, bisa jadi langkah awal yang baik. Misalnya, orang tua dan guru bisa mendorong anak untuk memakai lagu dan jembatan keledai untuk membantu mereka mengingat strategi-strategi untuk menyelesaikan persoalan tertentu.

Sebagai gambaran, dalam bahasa Inggris ada jembatan keledai “DRAW” yang membekali murid dengan strategi untuk menyelesaikan soal-soal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian:

D untuk discover: temukan simbol-simbolnya – para murid menemukan, melingkari, dan menyebutkan nama dari simbol operasi (+, -, x, atau /).

R untuk read: bacalah soalnya – murid kemudian membaca persamaannya.

A untuk answer: para murid menggambarkan palang romawi (tally marks) atau lingkaran untuk menemukan jawabannya, dan tak lupa mengecek hasilnya.

W untuk write: murid menuliskan jawaban untuk soal tersebut.

Cari tahu mereka paling butuh bantuan dalam hal apa

Anak-anak dengan kesulitan belajar matematika sering kali terhambat dalam suatu soal, kemudian mudah menyerah.

Guru dan orang tua harus menanyakan pada anak-anak bagian mana yang paling sulit bagi mereka – bahkan anak-anak kecil pun bisa mengkomunikasikan ini – dan kemudian berikan mereka penjelasan sejelas-jelasnya untuk mendukung mereka menguasai bagian sulit tersebut.

Belajar satu persatu

Mengingat soal matematika bisa jadi membingungkan bagi anak dengan gangguan belajar matematika, pastikan untuk menggarap soal satu persatu. Ini bisa berarti menutupi soal-soal lain dalam halaman soal tersebut, dan menghilangkan gambar-gambar yang kurang relevan.

Berikan juga timbal balik secara langsung, baik untuk jawaban yang tepat maupun salah. Ini bisa membantu anak belajar dari garapan mereka dan memahami perbedaan antara strategi-strategi pemecahan masalah yang berbeda.

Mother and daughter doing maths and counting on fingers
Fokus pada satu topik atau soal terlebih dahulu sebelum pindah ke soal yang lain. Ground Picture/Shutterstock

Hal lain yang juga bisa membantu adalah memberikan banyak repetisi atau pengulangan, mengajar dengan sesi-sesi yang pendek tapi sering, dan memastikan bahwa murid tahu apa yang harus mereka lakukan jika mereka mengalami kesulitan, seperti bertanya atau meminta bantuan pada orang dewasa.

Pakai bahasa yang tepat

Bahasa dan simbol matematika juga bisa membingungkan. Misalnya, angka negatif punya tanda minus, tapi tanda minus juga bisa dipakai sebagai simbol operasi seperti pengurangan. Kita bisa jadi memakai kata “minus” untuk kedanya – misalnya, mengatakan “14 minus minus 9” (14 - -9). Ini bisa jadi sulit untuk dipahami. Pakailah variasi kata-kata, seperti “dikurangi”, “minus”, dan “diambil” untuk menjelaskan konsep yang sama. Dalam hal ini, penting untuk memakai bahasa yang jelas.

Kita pun bisa membantu anak dengan mengembangkan kosakata matematika mereka, sekaligus mengecek pemahaman mereka secara bersamaan.

Gunakan permainan

Matematika itu ada di mana-mana di sekitar kita. Apa yang dipelajari di ruang kelas juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Riset kami telah menunjukkan bahwa anak-anak yang masih belia akan terbantu dengan permainan matematika kecil-kecilan menggunakan alat dan bahan di sekitar mereka.

Menghitung dan mengoleksi sejumlah benda bisa dilakukan di manapun: di meja makan, di kamar mandi, ataupun ketika sedang berjalan-jalan. Aplikasi pembelajaran berbasis praktik juga bisa membantu anak menguasai kemampuan matematika dasar.

Bersikap positif

Terakhir, penting untuk selalu menanamkan perasaan positif terhadap matematika. Ini bisa jadi termasuk tidak menceritakan kekhawatiran dan perasaan negatif kita sendiri terkait matematika. Justru, kita harus membangun minat terhadap matematika yang dapat membantu anak-anak terus tumbuh dan melampaui kesulitan-kesulitan yang mereka alami.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now