Menu Close

Lima cara agar konsumen beralih ke perilaku berkelanjutan

Konsumen ingin merangkul perilaku keberlanjutan, tetapi masih membutuhkan bimbingan. Shutterstock

Kebanyakan orang ingin bertindak dengan mengutamakan alam lewat cara-cara berkelanjutan (sustainable), tapi merasa kesulitan.

Berdasarkan perusahaan data analisis, Nielsen, perilaku keberlanjutan merupakan tren konsumen terbaru. Penelitian mereka menunjukkan bahwa cokelat, kopi, dan produk-produk mandi dengan slogan “produk berkelanjutan” memiliki penjualan lebih baik ketimbang yang tidak mencantumkan.

Meski demikian, hanya sekitar 0,2% cokelat dan 0,4% kopi yang telah memiliki label “berkelanjutan”.

Lalu, bagaimana kita bisa menerjemahkan tren baru ini menjadi aksi yang nyata?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kelompok kami telah meninjau 320 tulisan akademik yang diterbitkan di jurnal-jurnal tentang perilaku konsumen dan mengidentifikasi lima strategi: pengaruh sosial, kebiasaan, individualitas, perasaan dan kognisi, dan aktualitas.

Pengaruh sosial

Manusia adalah makhluk sosial yang akan mengikuti pilihan manusia lainnya, terlebih soal etika. Ketika orang menyadari bahwa mereka menggunakan energi lebih banyak dari tetangga mereka, mereka akan mengurangi pengunaan energi.

Dengan menyekat rumah, menutup kebocoran saluran udara, dan menaikkan termostat saat musim panas dan menurunkannya ketika musim dingin dapat menghemat energi dan biaya. Shutterstock

Tetapi, bagaimana jika perilaku berkelanjutan belum dapat dilaksanakan? Misalnya, bagaimana meyakinkan orang untuk memasang panel surya jika tidak ada yang memasangnya di lingkungan tersebut? Di sinilah peran dari “Duta Merek” (Brand Ambassador).

Kehadiran para penggiat lingkungan yang telah memasang panel surya di rumah masing-masing bisa mengundang 63% lebih banyak orang untuk membeli dan memasang panel surya.

Untuk perilaku etis, mempelajari perilaku orang lain dapat memberikan motivasi bagi individu. Contoh: ketika mahasiswa di jurusan bisnis mengetahui bahwa mahasiswa di jurusan ilmu komputer memiliki sistem komposting dan daur ulang yang lebih baik, maka mereka akan berusaha dua kali lebih keras agar bisa lebih baik dari rekan mereka.

Kebiasaan

Untuk membangun kebiasaan yang keberlanjutan, kita harus lebih dahulu menghentikan kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Hal ini mudah jika seseorang mengalami perubahan besar dalam hidupnya, seperti pindah rumah, menikah atau memulai pekerjaan baru.

Dalam sebuah penelitian, orang yang baru saja pindah rumah akan memangkas pengunaan mobil mereka hampir setengahnya.

Strategi lainnya ialah dengan menerapkan sanksi untuk perilaku buruk, ketimbang menghadiahi kebiasaan yang baik. Namun, ada kemungkinan orang akan kembali ke cara lama jika hukuman dihapus dan kebiasaan baru tidak terbentuk.

Kebiasaan belanja yang baru dapat mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPA. Shutterstock

Untuk membangun kebiasaan baru, tindakan-tindakan tersebut haruslah kegiatan yang mudah dilakukan, memiliki batas waktu, dan ada insentif sebagai langkah awal. Selain itu, perlu diberikan semacam timbal balik terhadap aksi yang sudah dilakukan pada rentang waktu tertentu.

Sebuah tinjauan terhadap timbal balik perubahan perilaku menunjukkan bahwa ketika konsumen mengetahui secara rutin data penggunaan energi merka, mereka dapa menurunkan konsumsi listrik turun lima hingga 15%.

Aksi Individu

Konsep keberlanjutan dapat terlihat lebih menarik ketika menyoroti manfaat bagi individu seperti kesehatan atau kualitas produk. Menekankan potensi diri juga bisa dilakukan.

Ketika orang tahu tindakan mereka itu berguna, mereka akan membuat pilihan yang lebih ramah lingkungan.

Hal yang penting lainnya adalah konsistensi diri. Manusia menyukai konsistensi dalam perkataan dan tindakan mereka.

Seringkali, satu komitmen untuk lingkungan cepat mendorong tindakan dan perubahan lain seiring waktu. Misalnya, seseorang yang memasang sekat rumah untuk meningkatkan efisiensi energi akan juga mencabut kabel perangkat listrik ketika pergi berlibur.

Demikian pula, konsumen mengharapkan perusahaan untuk bersikap konsisten. Dalam sebuah penelitian, ketika sebuah hotel membuat upaya yang jelas agar ramah lingkungan (seperti menawarkan peralatan mandi yang dapat terurai) dan meminta para tamu untuk menghemat energi, maka para tamu mengurangi penggunaan energi mereka hingga 12 persen. Sebaliknya, apabila tidak terlihat ada upaya, maka terlihat sebagai slogan munafik saja dan justru meningkatkan penggunaan energi.


Read more: How the coffee industry is about to get roasted by climate change


Konsep individu juga perlu dipertimbangkan. Orang membuat pilihan sesuai dengan persepsi mereka tentang siapa mereka sesungguhnya atau yang mereka inginkan.

Salah satu studi menemukan bahwa sifat peduli lingkungan hidup dianggap feminin, sehingga membuat para pria yang konservatif menolak praktik ramah lingkungan.

Menghadirkan paham peduli lingkungan hidup sebagai praktik yang melindungi dan melestarikan alam harus bisa menarik pria dan perempuan, dan menghilangkan kesenjangan gender yang menjadi bagian dari tujuan keberlanjutan.

Perasaan dan kognisi

Terkadang kita membuat pilihan spontan berdasarkan perasaan, atau kadang juga melalui proses pertimbangan yang panjang. Ketika mengkomunikasikan prinsip-prinsip keberlanjutan, penting untuk mempertimbangkan baik perasaan maupun pikiran.

Para konsumen selalu mencari emosi yang positif, seperti kebahagiaan, kebanggaan, dan kehangatan yang timbul dari perbuatan yang baik. Apabila pilihan aksi berkelanjutan merupakan hal yang menyenangkan, maka orang akan otomatis mau melakukannya.

Sebaliknya, emosi negatif seperti rasa takut dan bersalah bisa efektif bila digunakan secara halus. Tapi pesan yang terlalu emosional dan terlalu menimbulkan rasa bersalah akan menjadi tidak menarik, dan akan diabaikan atau mendorong perilaku yang berlawanan (reaktansi psikologis).


Read more: Language matters when the Earth is in the midst of a climate crisis


Untuk membuat para konsumen peduli, maka framing pemberian informasi dan pendidikan yang benar menjadi penting. Sebagai contoh, mencantumkan label berapa watt yang digunakan tidak banyak berpengaruh pada para pembeli, ketimbang menuliskan penghematan 10 tahun yang bisa meningkatkan pembelian lampu ramah lingkungan hingga 48%.

Label ramah lingkungan yang dirancang dengan cermat adalah cara yang bagus untuk mengkomunikasikan prinsip-prinsip keberlanjutan kepada konsumen.

Aktualitas

Secara umum, orang-orang tidak terlalu peduli dengan konsekuensi di masa depan yang masih abstrak. Sehingga, sangat penting untuk membuat praktik keberlanjutan menjadi lebih aktual.

Salah satu caranya adalah dengan mengkomunikasikan dampaknya terhadap masyarakat lokal. Misalnya, bagaimana perubahan iklim memiliki dampak bagi hewan, tanaman, atau masyarakat setempat?

Memberikan contoh-contoh konkret juga membantu, seperti orang-orang akan lebih tergerak oleh foto mencairnya gleyser es dalam setahun dibanding ketika membaca grafik tentang hal yang sama tapi terjadi di seluruh dunia.

Untuk mencocokkan rentang waktu konsumen dengan rentang waktu lingkungan, maka konsumen perlu dibawa ke masa depan. Salah satu studi menemukan bahwa orang yang ditanya tentang warisan mereka (“Bagaimana saya ingin diingat?”), akan berdonasi 45% lebih banyak untuk perubahan iklim.

Untuk membuat perubahan, gunakan beberapa strategi di atas dalam satu waktu. Misalnya, buatlah aksi sosial dan aktual. Uji coba dalam grup kecil dan perhitungkan hasilnya.

Apabila tidak berhasil, gunakan cara lain hingga bisa menemukan yang terbaik dan mulai ditingkatkan.

Dengan bekerja bersama, kita bisa menutup “kesenjangan hijau” dan mengubah niat menjadi tindakan.

Fahri nur muharom menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 180,900 academics and researchers from 4,919 institutions.

Register now