Menu Close
Uji coba bus listrik di Bandung. Antara

Pakar Menjawab: Subsidi jumbo bus dan motor listrik perlu digenjot, mobil listrik belum perlu

Pemerintah tengah menyiapkan mekanisme pemberian subsidi bagi pembelian kendaraan listrik. Besarannya sekitar Rp 80 juta per unit untuk mobil listrik dan Rp 8 juta per unit untuk motor listrik.

Subsidi juga akan diberikan untuk warga yang melakukan konversi (penggantian mesin) sepeda motor dari sebelumnya berbasis bahan bakar minyak (BBM) menjadi baterai. Besarannya sekitar Rp 5 juta per unit.

Kebijakan ini disiapkan untuk mempercepat proses elektrifikasi kendaraan di tanah air. Saat ini, gas buang (karbon dioksida) kendaraan menjadi salah satu sumber polusi udara di kota-kota besar.

Pemakaian kendaraan listrik juga dianggap dapat meredam ketergantungan Indonesia terhadap BBM impor. Saat ini, Indonesia harus merogoh devisa dalam jumlah besar untuk mengongkosi pembelian bahan bakar minyak dari luar negeri. Komoditas ini pun mendapatkan subsidi langsung dari APBN, ataupun dengan kompensasi kepada PT Pertamina sebagai penyalur BBM pelat merah.

Kebijakan ini menuai pro dan kontra, utamanya terkait besaran yang dianggap sangat besar untuk sebuah program yang menyasar kendaraan pribadi. Bagaimana sebenarnya kebijakan yang tepat supaya elektrifikasi kendaraan bisa optimal?

Konversi sepeda motor listrik perlu dikebut

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mendukung rencana pemberian insentif kendaraan listrik. Namun, dia menyatakan kebijakan ini semestinya diprioritaskan ke program konversi sepeda motor berbasis BBM ke listrik – terutama yang berusia di atas 6 tahun.

“Untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik, program konversi harus jor-joran,” kata dia, awal pekan lalu.


Read more: Dua kunci sukses dongkrak mobil listrik: perbanyak stasiun isi baterai dan pengguna kasih banyak insentif


Menurut Fabby, program konversi sepeda motor sangat penting karena kendaraan ini tak hanya digunakan untuk mobilitas pribadi, tapi juga mencari nafkah. Misalnya oleh para kurir barang maupun ojek online.

Karena itulah, dia memperkirakan pemberian subsidi akan mengurangi dampak lingkungan dari pengiriman barang maupun ojek online. Subsidi juga mampu mengurangi beban ekonomi masyarakat menengah ke bawah.

Berbeda dengan pembelian unit baru, proses konversi sepeda motor listrik juga tak menambah terlalu banyak perangkat ataupun menambah jumlah sepeda motor di masyarakat. Warga dapat mempertahankan body sepeda motornya, tapi dengan mesin baru yang dilengkapi baterai.

Pelaksanaan kebijakan subsidi konversi sepeda motor juga diprediksi lebih diminati masyarakat. Sebab, menurut survei IESR di sejumlah bengkel (tidak dipublikasi), proses konversi sepeda motor listrik menelan biaya Rp 15-23 juta. Dengan adanya subsidi dari pemerintah, biaya ini dapat ditekan menjadi Rp 10-18 juta.

Sementara survei yang sama juga mendata minat masyarakat melakukan konversi ada di angka Rp 5-8 juta per unit.

Mekanik menyelesaikan proses konversi motor listrik dalam acara Electric Vehicle (EV) FUNDAY di Plaza Timur Gelora Bung Karno, Jakarta. Antara

Lantas, bagaimana bisa ongkos konversi bisa sesuai dengan preferensi biaya masyarakat?

Peneliti IESR Faris Adnan mengatakan pemerintah bisa bekerja sama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran baterai. Harapannya, perusahaan ini turut menyediakan unit baterai perdana – yang bisa ditukarkan apabila dayanya habis.

Dia menaksir skema ini dapat memangkas ongkos konversi sekitar Rp 6 juta per unit, sehingga total biaya yang harus ditanggung masyarakat hanya sekitar Rp 4-12 juta per unit.

Selain konversi motor, subsidi bagi bus listrik juga perlu didukung agar mempercepat proses transisi transportasi publik yang rendah emisi. Angka kemacetan di kota-kota besar juga bisa berkurang.


Read more: Mengapa pemakaian kendaraan listrik di Indonesia belum cukup jadi solusi perubahan iklim


Terkait subsidi pembelian mobil listrik, Fabby mengemukakan program ini belum diperlukan. Ketimbang mengeluarkan duit negara untuk subsidi mobil, dia berujar, pemerintah bisa memprioritaskan program pemerataan akses energi yang berkualitas, telekomunikasi, hingga infrastruktur. Duit juga dapat dialokasikan untuk membangun lebih banyak stasiun pengisian ulang baterai yang sangat penting untuk memperkuat pasar kendaraan listrik.

Program ini juga dianggap tidak tepat sasaran karena hanya menyentuh masyarakat kalangan ekonomi menengah ke atas. Harga mobil listrik saat ini rata-rata di atas Rp 800 juta. Sementara, porsi penjualan mobil seharga Rp 500 jutaan atau lebih hanya 1% dari total pangsa pasar di Indonesia.

Dampaknya ke lingkungan

Ekonom energi dan transportasi dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Alloysius Joko Purwanto menilai pemerintah juga harus memikirkan dampak lingkungan dari upaya menggenjot pasar kendaraan listrik. Misalnya, peningkatan penggunaan baterai karena pertumbuhan pasar kendaraan listrik akan menaikkan permintaan nikel domestik. Sementara, penambangan nikel di sejumlah wilayah di Indonesia masih terbelit persoalan lingkungan.

Dampak lainnya adalah konsumsi energi yang lebih besar untuk membuat kendaraan listrik. Besarnya konsumsi energi berasal dari kebutuhan untuk pembuatan bahan kendaraan yang lebih ringan.

“Beberapa studi menunjukkan jejak karbon fabrikasi kendaraan listrik sebanding dengan kendaraan konvensional. Beberapa studi lainnya juga menunjukkan bahwa itu (jejak karbon fabrikasi kendaraan listrik) malah lebih besar,” kata Joko dalam podcast SuarAkademia, beberapa waktu lalu.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now