Menu Close

Perang Ukraina: pariwisata internasional terkapar akibat “hilangnya” para pelancong dari Rusia

vinpearl land
Nha Trang, Vietnam, selama ini jadi destinasi pariwisata yang digemaei wisatawan kaya asal Rusia. Tiểu Bảo Trương/Pixabay, CC BY

Destinasi pariwisata global turut terkena dampak dari Perang Rusia dan Ukraina. Sanksi ekonomi membuat warga Rusia tak bisa bepergian, dan dampaknya terhadap pariwisata internasional bisa berkepanjangan.

Gerakan mereka menjadi terbatas seiring dengan aksi negara-negara Eropa yang berbatasan langsung dengan Rusia untuk melarang masuknya turis dari Negara Beruang Merah tersebut.

Ini menjadi masalah karena, sebelum pandemi, wisatawan asal Rusia menempati peringkat tujuh dunia sebagai turis yang paling banyak mengeluarkan uang ketika melancong. Total dana yang dihabiskan turis Rusia bisa mencapai US$36 miliar (Rp 536 triliun) per tahunnya.

Ambil contoh destinasi Nha Trang di Vietnam, yang - sebelum perang pecah - berhasil menarik sejumlah besar wisatawan Rusia sampai-sampai dijuluki Little Russia (Rusia Kecil).

Wisata pantai tersebut berhasil pulih dengan cepat setelah terpaan pandemi berkat kembalinya pelancong asal Rusia. Rata-rata dari mereka menghabiskan US$1.600 selama kunjungannya ke Vietnam, hampir dua kali lipat jika dibandingkan wisatawan asing lain yang umumnya mengeluarkan US$900.

Kini, hotel-hotel kelas atas di Vietnam yang sebelumnya dibanjiri wisatawan Rusia, hampir-hampir kosong atau bahkan telah dijual. Bisnis pemandu wisata di sana pun turut terdampak.

Nha Trang tak sendirian.

Resor, toko-toko, dan bazaar di Phuket, Thailand, mestinya ramai dengan pengunjung dari Rusia. Namun, industri perhotelan di negara tersebut dirundung ketidakpastian setelah banyak warga Rusia membatalkan liburan mereka ketika maskapai negaranya terpaksa menghentikan penerbangan ke Phuket pada Maret 2022. Walaupun Thailand tidak memberlakukan sanksi ekonomi ke Rusia, ini terjadi karena adanya pembatasan perjalanan udara di skala internasional dan karena perusahaan pembayaran Visa dan Mastercard membatasi operasi mereka.

Sebelum pandemi berlangsung, angka kedatangan asing mewakili 59% total kedatangan di bandar udara Phuket. Angka ini terpangkas menjadi 35% pada semester pertama 2022, saat wabah mulai surut dan orang-orang mulai bepergian.

Resor-resor di berbagai belahan dunia, mulai dari Sharm el-Sheikh di Mesir hingga Varadero di Kuba, mengalami kerugian ekonomi akibat rendahnya tingkat okupansi. Akibatnya, banyak dari mereka yang melakukan pemutusan hubungan kerja, mengalami kebangkrutan hingga tersungkur pemasukannya.

Hilangnya pengunjung

Turki menarik tujuh juta pengunjung dari Rusia ke destinasi-destinasi wisatanya, seperti resor Mediterania di Anatolia, pada 2019. Anatolia merupakan tujuan populer bagi pelancong Rusia karena pantai-pantainya, paket wisata lengkap, dan visa kedatangan yang relatif mudah diperoleh. Kota tersebut menyambut lebih dari 3,5 juta wisatawan Rusia pada 2021.

Rumah-rumah bercat putih dengan pemandangan laut di kejauhan.
Pada tahun-tahun sebelum pandemi, sejumlah besar pengunjung Rusia mendatangi Sharm el-Sheikh di Mesir. Denis Mironov/Shutterstock

Dengan prediksi bahwa kurang dari dua juta turis Rusia melakukan kunjungan pada 2022 dan berkurangnya pemasukan dari sektor pariwisata hingga US$4 miliar, para pekerja di Turki kehilangan mata pencahariannya. Ini datang berbarengan dengan naiknya harga bahan bakar minyak dan kebutuhan lainnya.

Hal ini merupakan pukulan telak bagi perekonomuan Turki. Sebab, menurut Al Jazeera, tiap pengunjung di Turki menciptakan tiga pekerjaan temporer dan tiap dolar yang mereka habiskan menghasilkan pemasukan yang setara dengan US$2,50 bagi industri-industri yang mendukung jalannya resor-resor wisata.

Pemasukan dari sektor pariwisata berkontribusi hingga 13% dari pendapatan domestik bruto (PDB) Turki. Tak ayal, hilangnya uang yang mengalir dari dompet wisatawan menekan perekonomian negara tersebut.

Kerugian pariwisata

Uni Eropa menghentikan perjanjian visa dengan Rusia, yang selama ini memudahkan wisatawan Rusia memperoleh dokumen perjalanan. Sebelumnya, organisasi supranasional tersebut melarang maskapai Uni Eropa dan Rusia untuk terbang dari dan menuju Rusia. Mereka juga membatasi wisatawan Rusia untuk bisa mengakses kartu kredit internasional mereka.

Pembatasan ini membuat banyak pelancong kaya asal Rusia berpindah haluan ke Dubai. Akibatnya, toko-toko barang mewah di New York, London dan Milan, destinasi gemerlap macam St. Moritz and Sölden, dan kota yang terkenal dengan layanan spa seperti Karlovy Vary di Ceko, harus menelan pil pahit kehilangan pengunjung berdompet tebal dari Rusia.

Di Prancis, hotel-hotel butik kelas atas dan restoran makanan laut mahal di Côte d’Azur tersendat bisnisnya. Mereka gagal menggaet lebih banyak wisatawan dari negara-negara lain, seperti Bahrain, untuk menggantikan turis Rusia.

Dampak ini pun dirasakan oleh negara-negara kecil – seperti Siprus, Maladewa, Seychelles dan Republik Dominika – yang menerima kedatangan sejumlah besar turis Rusia setelah kebijakan lockdown dilonggarkan. Akibatnya, pemulihan sektor pariwisata pascapandemi di negara-negara tersebut hanya berumur pendek. Sektor jasa di Siprus – termasuk pariwisata – menyumbang 80% ke perekonomian dan negara tersebut kini terancam kehilangan 2% PDB tahunannya apabila turis Rusia dan Ukraina tak melakukan kunjungan ke sana.

Sementara itu, kunjungan wisatawan Rusia ke Kuba melonjak hingga 97.5% pada 2021. Ketika pasar pariwisata terjerembap, rencana pemulihan ekonomi Kuba pun terpukul. Tahun ini, warga Rusia diperkirakan menyumbang 20% dari total turis asing yang mengunjungi Kuba – atau hanya setengah dari angka tahun lalu – dengan kunjungan wisatawan yang jauh lebih sedikit ke Varadero.

Mencari wisatawan alternatif

Resor-resor di Thailand mengharapkan pertumbuhan pengunjung dari Timur Tengah dan India untuk bisa meningkatkan okupansi mereka. Mesir berupaya untuk meningkatkan jumlah pengunjung dari Amerika Latin, Israel dan Asia. Turis Jerman dan dari berbagai negara lain, termasuk Iran, mulai menggantikan keberadaan wisatawan Rusia di Anatolia. Di Vietnam, berbagai langkah dikerahkan demi mendongkrak kunjungan dari Korea, Jepang, Eropa Barat, dan Australia.

Sayangnya, masih banyak destinasi pariwisata yang tak siap dengan “hilangnya” turis asal Rusia, dan kesulitan menambal 30-40% porsi pasar mereka dengan wisatawan baru.

Dengan turis-turis Rusia membatalkan perjalanan mereka ke Krimea, yang terkena dampak dari Perang Ukraina, beberapa destinasi pariwisata berharap warga Rusia bisa “kabur” lewat Serbia, Dubai dan Qatar. Negara-negara seperti Armenia, Vietnam, dan Turki juga kini mulai menerima sistem pembayaran melalui perusahaan Mir asal Rusia untuk mempermudah transaksi.

Upaya-upaya yang dilakukan destinasi pariwisata untuk menggantikan turis Rusia memerlukan komitmen diversifikasi, pemasaran, dan waktu yang signifikan. Sebab, wisatawan dari pasar baru tentunya mencari aktivitas yang berbeda.

Bahkan ketika perang berakhir, kecil kemungkinan bahwa sektor pariwisata akan kembali normal. Vietnam, misalnya, berharap kedatangan 5 juta turis pada 2022, dan ini jauh dari 18 juta pengunjung yang mereka terima pada 2019. Sementara, banyak negara-negara Eropa yang akan enggan untuk segera membuka pintu bagi pelancong Rusia.

Akan sangat menarik untuk melihat apakah papan penanda yang ditulis dalam Bahasa Rusia di kota pantai Sharm el-Sheikh atau Varadero akan dipertahankan, atau digantikan dengan tulisan Cina atau bahasa lainnya di musim liburan mendatang.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 181,800 academics and researchers from 4,938 institutions.

Register now