Menu Close
Dua lebah madu saling berhadapan, satu beristirahat di lubang pada dinding dan yang lainnya terbang di udara
Shutterstock

Riset: lebah madu adalah satu-satunya hewan yang dapat bedakan bilangan ganjil dan genap

Saat kecil, kita belajar bahwa angka terbagi menjadi dua, yaitu genap atau ganjil. Kita juga belajar banyak cara untuk mengkategorikan angka sebagai genap atau ganjil.

Kita mungkin menghafalkan aturan bahwa angka yang berakhiran 1, 3, 5, 7, atau 9 adalah ganjil, sedangkan angka yang berakhiran 0, 2, 4, 6, atau 8 adalah genap. Kita juga dapat membagi angka dengan 2 – jika setiap hasilnya berupa bilangan bulat, berarti angka tersebut genap, dan jika tidak, maka berarti ganjil.

Demikian pula, ketika berhadapan dengan objek dunia nyata, kita dapat menggunakan pasangan. Jika kita memiliki elemen yang tidak berpasangan, itu berarti jumlah objeknya ganjil.

Hingga saat ini, kategorisasi ganjil dan genap, yang juga disebut klasifikasi paritas, belum pernah ditunjukkan pada hewan bukan manusia. Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan baru-baru ini di dalam jurnal Frontiers in Ecology and Evolution, kami menunjukkan bahwa lebah madu dapat belajar untuk melakukan ini.

Mengapa kategorisasi ganjil genap terbilang istimewa?

Tugas paritas (seperti kategorisasi ganjil dan genap) dianggap abstrak dan melibatkan konsep numerik tingkat tinggi pada manusia.

Menariknya, manusia menunjukkan bias akurasi, kecepatan, bahasa, dan hubungan spasial saat mengkategorikan angka sebagai ganjil atau genap. Misalnya, kita cenderung merespons lebih cepat untuk bilangan genap dengan tindakan yang dilakukan oleh tangan kanan kita, dan untuk bilangan ganjil dengan tindakan yang dilakukan oleh tangan kiri kita.

Kita juga lebih cepat dan lebih akurat saat mengategorikan angka sebagai genap dibandingkan dengan ganjil. Penelitian telah menemukan bahwa anak-anak biasanya mengaitkan kata “genap” dengan “kanan” dan “ganjil” dengan “kiri”.

Studi-studi ini menunjukkan bahwa manusia mungkin telah mempelajari bias dan/atau bias bawaan mengenai bilangan ganjil dan genap, yang mungkin muncul baik melalui evolusi, transmisi budaya, atau kombinasi keduanya.

Tidak jelas mengapa paritas mungkin penting di luar penggunaannya dalam matematika, sehingga asal usul bias ini juga masih tidak jelas. Memahami jika dan bagaimana hewan lain dapat mengenali (atau dapat belajar untuk mengenali) bilangan ganjil dan genap dapat membantu kita untuk memahami lebih banyak hal tentang sejarah kita dengan persamaan.

Melatih lebah untuk belajar bilangan ganjil dan genap

Penelitian telah menunjukkan bahwa lebah madu dapat belajar untuk mengatur kuantitas, melakukan penjumlahan dan pengurangan sederhana, mencocokkan simbol dengan kuantitas, dan menghubungkan konsep ukuran dan angka.


Read more: Can bees do maths? Yes – new research shows they can add and subtract


Untuk mengajarkan lebah tugas paritas, kami memisahkan mereka menjadi dua kelompok. Satu kelompok dilatih untuk mengasosiasikan angka genap dengan air gula dan angka ganjil dengan cairan pahit (kina). Kelompok lainnya dilatih untuk mengasosiasikan angka ganjil dengan air gula, dan angka genap dengan kina.

Sebuah gambar menunjukkan skema lebah madu yang diperlihatkan deretan bilangan ganjil vs. genap pada layar melingkar dalam tiga percobaan berbeda.
Di sini kami menunjukkan seekor lebah madu yang dilatih untuk mengasosiasikan rangsangan ‘genap’ dengan hadiah lebih dari 40 pilihan pelatihan. Scarlett Howard

Kami melatih lebah menggunakan perbandingan angka ganjil dan genap (dengan kartu yang menampilkan 1-10 bentuk cetakan) sampai mereka memilih jawaban yang benar dengan akurasi 80%.

Hebatnya, masing-masing kelompok belajar dengan kecepatan yang berbeda. Lebah yang dilatih untuk mengasosiasikan angka ganjil dengan air gula belajar lebih cepat. Bias belajar mereka terhadap bilangan ganjil adalah kebalikan dari manusia, yang mengategorikan bilangan genap lebih cepat.

Lebah madu berdiri di atas paltform plexiglass abu-abu sambil meminum cairan bening (air gula).
Lebah madu mendarat di platform untuk minum air gula selama percobaan. Scarlett Howard

Kami kemudian menguji setiap lebah pada angka-angka baru yang tidak ditampilkan selama pelatihan. Secara mengesankan, mereka mengategorikan angka baru dari 11 atau 12 elemen sebagai ganjil atau genap dengan akurasi sekitar 70%.

Hasil kami menunjukkan bahwa miniatur otak lebah madu mampu memahami konsep ganjil dan genap. Artinya, otak manusia yang besar dan kompleks yang terdiri dari 86 miliar neuron dan otak serangga yang kecil dengan sekitar 960.000 neuron sama-sama dapat mengkategorikan angka berdasarkan paritas.

Apakah ini berarti tugas paritas tidak sekompleks yang kita duga sebelumnya? Untuk menemukan jawabannya, kami beralih ke teknologi bio-terinspirasi.

Kami melatih lebah madu untuk memilih angka genap. Dalam video ini, lebah-lebah terlihat sedang memeriksa setiap kartu di layar sebelum mereka membuat pilihan yang benar pada kartu yang menampilkan 12 bentuk angka genap.

Menciptakan jaringan saraf tiruan sederhana

Jaringan saraf tiruan adalah salah satu algoritma pembelajaran pertama yang dikembangkan untuk pembelajaran mesin. Terinspirasi oleh neuron biologis, jaringan ini dapat diskalakan dan dapat menangani tugas pengenalan dan klasifikasi yang kompleks dengan menggunakan logika proposisional.

Untuk melakukan uji paritas, kami mengonstruksi jaringan saraf tiruan sederhana hanya dengan lima neuron. Kami memberikan sinyal jaringan antara 0 dan 40 detak, yang diklasifikasikan sebagai ganjil atau genap. Terlepas dari kesederhanaannya, jaringan saraf dapat mengkategorikan nomor pulsa sebagai ganjil atau genap dengan akurasi 100%.

Ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya kategorisasi paritas tidak memerlukan otak yang besar dan kompleks seperti otak manusia. Namun, ini tidak berarti lebah dan jaringan saraf sederhana menggunakan mekanisme yang sama untuk menyelesaikan tugas ini.

Sederhana atau kompleks?

Kami belum tahu bagaimana lebah dapat melakukan tugas paritas. Penjelasannya dapat mencakup proses sederhana atau kompleks. Misalnya, lebah mungkin telah:

  1. memasangkan elemen untuk menemukan elemen yang tidak berpasangan

  2. melakukan perhitungan pembagian – meskipun pembagian sebelumnya belum pernah ditunjukkan oleh lebah

  3. menghitung setiap elemen dan kemudian menerapkan aturan kategorisasi ganjil/genap pada jumlah total.

Dengan mengajarkan spesies hewan lain untuk membedakan antara bilangan ganjil dan genap, dan melakukan matematika abstrak lainnya, kita dapat mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana matematika dan pemikiran abstrak muncul pada manusia.

Apakah menemukan matematika merupakan konsekuensi dari kecerdasan yang tidak dapat dihindari? Atau apakah matematika mungkin terkait dengan otak manusia? Apakah sebenarnya manusia dan hewan lain tidak jauh berbeda dari yang diduga sebelumnya? Mungkin kita dapat memperoleh wawasan intelektual ini jika saja kita memahaminya dengan benar.


Read more: How a bee sees: tiny bumps on flower petals give them their intense colour — and help them survive



Zalfa Imani Trijatna dari Universitas Indonesia menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,500 academics and researchers from 4,943 institutions.

Register now