Menu Close
Salad dengan tempe sebagai salah satu campurannya, Gekko Gallery/Shutterstock

Riset temukan bagaimana Indonesia dapat memperluas gastrodiplomasi di Eropa melalui makanan nabati

Gastrodiplomasi-praktik diplomasi dengan makanan sebagai instrumen utamanya-kini mulai populer di beberapa negara di seluruh dunia. Korea Selatan dan Thailand, misalnya, beberapa tahun belakangan ini telah menekankan promosi kuliner sebagai praktik diplomasinya.

Korea Selatan telah mengimplementasikan apa yang mereka sebut sebagai “Diplomasi Kimchi”“ ke seluruh dunia dalam mempromosikan budaya kuliner mereka. Sementara Thailand telah memperluas eksistensi kulinernya dengan semakin banyak dibukanya restoran Thailand di berbagai negara, sehingga menarik minat komunitas global untuk merasakan cita rasa otentik makanan khas Thailand.

Indonesia, dengan beragam makanan dan minuman khas serta rempah-rempah asli yang dimiliki, juga sudah mulai menggunakan strategi ini untuk mempromosikan Indonesia di forum global.

Pengamatan kami yang berdasarkan pada penelitian lapangan pada Mei 2023 dan tinjauan pustaka sejak pertengahan 2021 menghasilkan rekomendasi untuk pemerintah Indonesia tentang pentingnya dan bagaimana memanfaatkan keragaman menu masakan Indonesia sebagai strategi gastrodiplomasi.

Sebagai strategi gastrodiplomasi secara khusus, kami merekomendasikan Indonesia untuk menekankan pada hidangan berbahan dasar nabati atau non-olahan daging, terutama untuk pasar Eropa, mengingat tren konsumsi makanan nabati yang terus meningkat di benua ini.

Mengapa makanan nabati

Sekarang ini semakin banyak orang yang mempertimbangkan makanan nabati sebagai alternatif diet, atas alasan menjaga kesehatan dan pertimbangan kekhawatiran global tentang dampak negatif makanan olahan terhadap kesehatan, masyarakat, dan lingkungan.

Gado-gado. Endah Kurnia P/Shutterstock

Indonesia pada dasarnya sudah memiliki banyak bahan dan rempah untuk membuat menu berbasis tanaman yang telah memenuhi standar sehat global.

Di antaranya adalah tempe, makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari kedelai yang difermentasi. Fermentasi tersebut telah meningkatkan kualitas gizinya. Tempe telah dikenal dan memiliki konsumen di Belanda. Namun, makanan berbahan dasar tempe belum cukup populer di beberapa negara lainnya di Eropa.

Gado-gado, salad asli Indonesia yang terkenal dengan bumbu kacangnya yang otentik, juga semakin meningkat popularitasnya di pasar global. Dari penelitian lapangan kami, kami menemukan bahwa hampir semua restoran Indonesia di Eropa, seperti di Den Haag dan Amsterdam, Belanda, menyediakan menu gado-gado.

Masakan khas Indonesia lainnya berbahan dasar tanaman atau sayuran yang memiliki potensi untuk meraih popularitas di luar negeri adalah asinan dan gudeg. Menu-menu vegan ini belum dikenal luas di Eropa dan benua lainnya, padahal punya potensi kuat untuk dipromosikan di pasar global.

Mengapa Eropa

Tren makanan berbahan nabati saat ini memang telah berkembang di banyak negara industri, terutama di Eropa.

Gudeg, hidangan tradisional Jawa dari Yogyakarta, Indonesia, terbuat dari nangka muda yang direbus selama beberapa jam dengan gula merah dan santan. Ricky_herawan/Shutterstock

Di benua Eropa, nilai penjualan makanan nabati meningkat sebesar 49% antara tahun 2018 dan 2020. Hal ini termasuk perluasan di pasar untuk pengganti daging dan produk susu nabati.

Di Belanda, misalnya, penjualan produk makanan berbahan nabati meningkat 50% selama periode yang sama. Jerman dan Polandia juga mengalami lonjakan penjualan yang cukup signifikan, dengan peningkatan masing-masing sebesar 97% dan 62%.

Dengan adanya perubahan kebiasaan konsumsi makanan di masyarakat, Eropa dapat menjadi pasar yang signifikan dan menjanjikan bagi Indonesia untuk memperluas promosi produk pangan nabati.

Memanfaatkan yang sudah ada

Fakta bahwa kuliner Indonesia sudah lama hadir di pasar Eropa, terutama di Belanda, seharusnya dapat menguntungkan Indonesia.

Berdasarkan hasil wawancara kami, tidak kurang dari 392 restoran Indonesia telah beroperasi di Eropa Barat dan Selatan, sebagian besar (295) di antaranya berada di Belanda. Restoran-restoran Indonesia mulai populer sejak tahun 1970-an.

Selama ratusan tahun, Belanda menjajah beberapa bagian wilayah Indonesia. Sejarah kolonial antara kedua negara ini telah menciptakan romantisme tersendiri, termasuk apa yang mereka makan dan bagaimana mereka mengolah makanan tersebut di masa lalu.

Banyak warga negara Indonesia yang tinggal di negara-negara Eropa memiliki restoran masakan Indonesia, dan baru-baru ini mereka mulai mengembangkan menu-menu berbahan dasar nabati.

Belanda merupakan pusat yang menjanjikan untuk memperkenalkan makanan Indonesia dan mendirikan restoran Indonesia di belahan Eropa lainnya.

Tahu adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari kedelai. Erly Damayanti/Shutterstock

Sebagai bagian dari observasi kami, kami mengunjungi beberapa restoran Indonesia di Belanda yang mengembangkan menu nabati di dapur mereka untuk para vegan dan vegetarian. Di antaranya adalah De Vegetarische Toko, Toko Kalimantan, Bali Brunch 82 dan Praboemoelih. Mereka menyajikan gado-gado, varian tempe dan tahu, serta tumis buncis. Inovasi ini mereka lakukan sebagai respons dari meningkatnya popularitas pola makanan nabati di kalangan masyarakat Eropa.

De Vegetarische Toko, misalnya, secara kreatif mengubah beberapa makanan asli Indonesia menjadi versi vegan dan vegetarian. Mereka mengganti daging dalam menu seperti rendang dan semur dengan tempe, tahu, kacang-kacangan dan kacang tanah.

Dengan inovasi-inovasi kreatif ini, restoran-restoran tersebut memiliki peluang yang sangat baik untuk memperluas dan mempromosikan makanan nabati Indonesia secara lebih luas ke negara-negara lainnya, sehingga dapat mendukung praktik gastrodiplomasi Indonesia.

Perlunya dukungan

Pemerintah Indonesia sendiri telah mengakui potensi gastrodiplomasi. Ini ditunjukkan melalui diselenggarakannya beberapa program. Salah satunya adalah pada tahun 2021, Indonesia meluncurkan "Indonesia Spice Up the World”. Ini menjadi inisiatif konkret pertama untuk mempromosikan kuliner Indonesia dan menarik peluang investasi di bidang rempah-rempah dan herbal lokal.

Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor rempah-rempah Indonesia hingga US$2 miliar (Rp31,4 triliun), membuka sekitar 4.000 restoran Indonesia di luar negeri pada tahun 2024, dan menjadikan Indonesia sebagai pusat destinasi kuliner di masa depan.

Untuk mendukung inisiatif ini, pemerintah Indonesia perlu secara teratur dan intensif berkomunikasi dengan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam industri kuliner Indonesia. Kemitraan semacam ini akan membantu dan mendukung para pengusaha diaspora Indonesia yang ingin memulai bisnis di sektor makanan di luar negeri.

Salah satu contohnya bisa dengan menawarkan pinjaman lunak kepada para pengusaha makanan ini. Bank BNI, bank terbesar keempat di Indonesia, telah mulai menawarkan pinjaman semacam ini.

Sudah saatnya Indonesia memperkuat eksistensinya di kancah internasional melalui gastrodiplomasi. Memanfaatkan peningkatan konsumsi makanan nabati di kalangan masyarakat global dapat menjadi salah satu cara yang mungkin belum pernah terpikirkan. Tempe, gado-gado, asinan, dan gudeg dapat menjadi senjata ampuh diplomasi lunak (soft diplomacy) Indonesia di kancah global.


Artikel ini diterjemahkan oleh Rahma Sekar Andini dari bahasa Inggris

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now