Menu Close
Seorang warga lanjut usia menerima pelayanan kesehatan mata gratis dari Pemerintah Kota Denpasar, Bali. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/hp

Tanpa uang pensiun dan jaminan hari tua, masih banyak lansia terjerat kemiskinan dan terpaksa bekerja

Indonesia kini tengah menghadapi fase penuaan penduduk. Proporsi penduduk berusia 60 tahun ke atas terus meningkat seiring turunnya dengan menurunnya tingkat kelahiran dan naiknya usia harapan hidup.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, proporsi penduduk berumur 60 tahun ke atas sebesar 9,9%. Angka ini naik dari 7,6% pada 2010 dan diproyeksikan mencapai 19,85% pada 2045.

Masalahnya, fenomena ini tak diimbangi dengan jaminan kesejahteraan yang layak bagi penduduk lanjut usia (lansia), yang banyak di antaranya hidup di dalam kemiskinan. Akibatnya, banyak di antara mereka yang masih harus bekerja demi menyambung nyawa.

Kemiskinan ini perlu mendapat perhatian agar tak membebani fiskal negara dan agar lansia terhindar dari paparan risiko dari bekerja di usia lanjut.

Kemiskinan memaksa lansia bekerja

Badan Pusat Statistik (BPS), sebagai lembaga pemerintah yang menghitung tingkat kemiskinan makro, tidak mengategorikan kemiskinan menurut kelompok umur sehingga masih sangat minim informasi resmi tentang kemiskinan lansia.

Namun, menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan SMERU, kemiskinan lansia pada 2019 adalah 11,1% lebih tinggi dibandingkan kemiskinan nasional yang berada pada level 9,4%.

Selain itu, meski tidak merilis tingkat kemiskinan menurut kelompok umur, namun BPS dalam Statistik Penduduk Lanjut Usia menyebutkan persentase lansia menurut kelompok pengeluaran. Secara umum, kelompok pengeluaran dikategorikan menjadi 20% teratas, 40% menengah, dan 40% terbawah.

Pada 2018, proporsi lansia yang hidup dalam kelompok pengeluaran 40% terbawah adalah 44,45% (2018) dari kelompok umur tersebut. Sementara pada 2022, persentasenya berkisar di angka 41,11% (2022). Walaupun menunjukan tren penurunan, 4 dari 10 lansia masih berada di kelompok 40% terbawah.

Berdasarkan data BPS, 1 dari 2 lansia masih bekerja. Berkaca pada definisi BPS, bekerja adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan selama satu jam berturut-turut. Bekerja merupakan salah satu bentuk dari strategi bertahan hidup dan memenuhi sebagian besar kebutuhan dasar manusia.

Memang, lansia bisa saja bekerja karena pilihan mereka sendiri, seperti demi kepuasan hidup, kesehatan atau uang, atau demi jejaring sosial dan memanfaatkan ilmunya.

Namun, penelitian saya dan tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan bahwa kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan lansia masih bekerja demi menyambung hidup.

Temuan kami menunjukkan bahwa lansia miskin memiliki peluang berpartisipasi di angkatan kerja 1,5 kali lebih besar dibanding lansia tidak miskin dan memiliki peluang bekerja 1,7 kali lebih besar dibanding lansia tidak miskin.

Bekerja bagi lansia bisa meningkatkan kesejahteraan subjektif (subjective well-being) dan menunjukkan kemampuan menjalankan peran sosialnya dengan baik.

Akan tetapi, bagi sebagian yang lain, bekerja bisa meningkatkan risiko kesehatan.

Apalagi, penelusuran kami dari data BPS menunjukkan bahwa 61% dari lansia bekerja di Indonesia aktif di sektor informal yang banyak menggunakan tenaga fisik dan dengan tingkat upah yang relatif rendah. Mereka berpotensi terpapar risiko dan kerentanan ekonomi yang lebih besar dibanding kelompok usia lain.

Idealnya, lansia tidak lagi berada dalam kondisi miskin karena adanya akumulasi pendapatan dari masa bekerja sebelum mencapai usia pensiun. Namun, tidak semua mampu menyisihkan sebagian penghasilan untuk persiapan masa pensiun karena penghasilan dari bekerja hanya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa bisa menabung.

Ketiadaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua juga menjadi penyebab lansia terus bekerja sampai usia tua. Bekerja menjadi salah satu mekanisme bertahan hidup untuk lansia.

Perkuat jaminan sosial bagi lansia

Indonesia belum siap menghadapi penuaan penduduk karena masih terbatasnya jaminan pensiun hanya bagi pensiunan sektor formal dan sektor pemerintah saja, dan membuat lansia yang tak memperoleh jaminan harus bekerja untuk bertahan hidup.

Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2022, hanya ada 8,52% rumah tangga lansia yang memiliki jaminan pensiun dan hanya 5,28% yang memiliki jaminan hari tua.

Penuaan penduduk yang tak disertai penguatan jaminan sosial akan menimbulkan peningkatan beban fiskal pada lingkungan pendukung (support system) lansia tersebut – baik itu keluarga maupun negara – misalnya dalam bentuk biaya kesehatan lansia.

Berbagai kebijakan pengentasan kemiskinan yang sudah ada di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan berimbas terhadap kemiskinan lansia.

Indonesia telah memiliki berbagai macam program perlindungan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), hingga berbagai bentuk program perlindungan pangan.

Namun demikian, target, akurasi serta cakupan program-program masih sangat rendah dan berpotensi tumpang tindih.

Lambatnya progres penurunan kemiskinan di Indonesia menunjukkan bahwa kemiskinan golongan tersebut ibarat kerak nasi yang berada pada bagian paling bawah dalam distribusi pendapatan.

Memperluas pemberian jaminan pensiun bagi lansia merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan kemiskinan pada lansia. Dengan adanya jaminan pensiun bagi lansia, lansia tidak lagi harus mencari penghasilan atau membantu mencari penghasilan keluarga.

Tantangannya, populasi lansia yang cukup besar membuat pemberian jaminan pensiun untuk semua lansia belum bisa terwujud dalam waktu dekat karena beban anggaran.

Alternatifnya, pemerintah dapat mempersempit jangkauan hanya bagi mereka yang berstatus miskin. Ini juga memerlukan dukungan pendataan yang tepat untuk mengkaji jumlah lansia yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

Pemerintah juga bisa mengantisipasi dampak dari lonjakan penduduk lansia dengan mempersiapkan pasar kerja bagi mereka. Perlu aturan dan undang-undang yang bisa melindungi lansia dalam pekerjaannya

Jika hal-hal ini dijalankan, bekerja akan menjadi bentuk aktualisasi diri bagi lansia, untuk mengisi waktu dan mendapatkan kebahagiaan, bukan karena faktor ekonomi atau keterpaksaan semata.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now