Menu Close

Tiga tren teknologi pangan untuk bantu menjaga pasokan makanan sehat selama pandemi COVID-19

Keberadaan AI dan IoT mengubah produksi, distribusi, hingga penyajian makanan. shutterstock

Makanan sehat dan bernutrisi tinggi memiliki peran penting dalam menjaga imunitas tubuh tetap bugar. Masyarakat harus meningkatkan gaya hidup yang lebih sehat untuk mengatasi komplikasi pasca COVID-19.

Salah satunya adalah dengan mengonsumsi pangan fungsional yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

Pangan fungsional mengacu pada pangan yang komponen bahannya memberikan dampak positif pada kesehatan tubuh atau mengurangi risiko terkena penyakit, disamping memberikan nutrisi bagi tubuh.

Contoh pangan fungsional yang mudah didapat, murah, dan dapat meningkatkan kekebalan pada beberapa penyakit - seperti kardiovaskular, pernafasan, dan diabetes - adalah tomat, minyak ikan, bawang putih, jahe, kuyit, labu, dan sebagainya. Bahan pangan tersebut memiliki komponen senyawa aktif alami seperti karotenoid, kurkumin, kuersitin, ketekin, gingerol, dan lainnya yang memiliki afinitas ikatan yang signifikan terhadap target utama di berbagai penyakit.

Namun pandemi COVID-19 telah memberikan dampak signifikan di dalam rantai pasok dan keamanan pangan. Berdasarkan Food and Agriculture Organization (FAO), jumlah orang yang mengalami ketidakamanan pangan secara global bertambah hingga 148 juta orang menjadi 928 juta sepanjang tahun 2020, atau mewakili 12 persen dari populasi dunia.

Saya yang melihat setidaknya ada tiga teknologi pangan yang bisa menjamin pasokan pangan fungsional.

1. Teknologi fotografi digital pangan dan aspek psikologis

Aspek “Ding an sich” (harafiah) dari pangan - meliputi kualitas bahan baku, nutrisi, gizi, senyawa fungsional, hingga teknologi pemrosesan pangan - tidak terlepas dari aspek psikologis.

Makanan yang tersaji di hadapan kita membawa memori atau ingatan akan sesuatu yang sangat kuat. Bahkan, pangan memiliki aspek religius yaitu dikaitkan dengan ingatan akan persekutuan dengan sang khalik. Teknologi visualisasi pangan menjadi tren yang dapat memengaruhi perilaku makan sehat.

Selama pandemi COVID-19, konsep bekerja dari rumah (WFH) mengubah dapur menjadi ruang kreatif, mendorong juru masak rumahan untuk meningkatkan keterampilan, dengan dipandu oleh fotografer profesional melalui tayangan online. Masyarakat beralih dari aktivitas makan sosial mereka ke ruang digital.

Berkembangnya teknologi fotografi digital dan pencahayaan bidang fotografi pangan atau food photography telah mengambil hati masyarakat luas, hingga munculnya istilah “pornografi pangan” (food porn) pada akhir tahun 1970-an. Berbagai gambar hasil teknik fotografi mati atau still life photography makanan yang menggugah selera bertebaran telah menunjukan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap pangan sehat.

Selain digunakan untuk mempengaruhi perilaku makan, fotografi pangan telah dikembangkan untuk menilai asupan makanan. Dengan mengambil foto dari makanan yang kita akan santap, kita dapat mengestimasi jumlah kalori dan nutrisi gizi yang akan dikonsumsi.

2. Teknologi fermentasi untuk meningkatkan imunitas

Teknologi fermentasi adalah teknologi pengolahan pangan yang sudah digunakan sejak jaman purba. Salah satu bukti arkeologi tertua dari teknologi fermentasi adalah residu dari minuman bir yang ditemukan di goa di daerah Haifa, Israel, yang sudah berumur 13.000 tahun.

Teknologi fermentasi menggunakan pertumbuhan dan aktivitas metabolisme dari mikroorganisme seperti ragi dan bakteri untuk mengubah karbohidrat menjadi alkohol dan asam-asam organik.

Perkembangan pesat teknologi fermentasi ini telah digunakan untuk menghasilkan bahan pangan menengah yang penting seperti vanili, yang memberi aroma pada makanan dan minuman. Di tahun 2018, Jawa Timur mengekspor 510 kg kacang vanili (vanilla planifolia) ke Amerika Serikat. Vanili memang sudah menjadi primadona, karena harga vanili mencapai Rp. 5 juta per kg. Di akhir tahun 2017, harga vanili sempat menyentuh Rp. 6,2 juta per kg.

Permintaan vanili alami semakin lama semakin naik. Sayangnya, teknologi kita masih terbelakang. Saat ini vanili alami ini telah berhasil diproduksi dengan teknologi fermentasi dari berbagai sumber, misalnya dari glukosa tebu, eugenol cengkeh, dan kurkumin kuyit. Paten dari teknologi tersebut dipegang oleh perusahaan besar antara lain Evolva, IFF, Mane, Solvay, dan De Monchy Aromatics.

Tren teknologi fermentasi yang akan berkembang adalah untuk menghasilkan produk protein alternatif, hingga adopsi dari teknologi pengolahan sampah pangan. Ke depan, teknologi ini akan menjadi acuan praktik bisnis yang sehat.

Teknologi fermentasi juga dikenal memiliki probiotik tertentu yang dapat menghasilkan mikroba untuk meningkatkan kekebalan usus, dengan secara selektif merangsang mikroba tertentu. Tingkat bukti yang berbeda mendukung penggunaan makanan fermentasi, probiotik, dan prebiotik untuk meningkatkan kekebalan usus dan paru-paru.

Tanpa menjajikan kemanjuran melawan COVID-19, produk makanan fermentasi ini dapat membantu mengurangi peradangan usus dan meningkatkan kekebalan mukosa, dengan berkontribusi untuk mengurangi keparahan atau durasi infeksi.

3. Masuknya Teknologi AI dan IoT untuk menjaga pasokan

Selama pandemi COVID-19, teknologi kecerdasan artifisial (artificial intelligence, AI) dan Internet of Things (IoT) mendominasi kehidupan masyarakat. Di bidang pangan, teknologi ini mendorong transisi untuk menciptakan sistem pangan sehat dan cerdas lingkungan.

Dengan disrupsi rantai pasok dan permintaan masyarakat akan pilihan yang lebih baik, penggunaan teknologi AI dan IoT diharapkan meningkatkan efisiensi pertanian hingga penyajian makanan di depan kita.

Di negara maju, misalnya Amerika Serikat dan Korea, perusahaan-perusahaan besar akan bertransformasi membuka pertanian digital dan pertanian presisi. Bahkan, mereka merekrut mahasiswa dan memberikan beasiswa untuk turut mengembangkan pertanian cerdas sebagai pengusaha muda.

Tren yang berkembang dalam teknologi pertanian digital antara lain teknologi presisi dalam irigasi, kontrol pupuk, pengendalian hama, prediksi cuaca, integrasi data satelit dan pesawat tanpa awak, teknologi sensor dan robot, hingga pada analisis manajemen lahan.

Sistem manajemen dengan teknologi AI tersebut semakin ditingkatkan dalam pengelolaan rantai pasok, untuk lebih menekankan nilai keberlanjutan, peningkatan produk lokal, dan minimalisasi sampah pangan. Teknologi AI tersebut didorong untuk dapat memperhatikan permintaan masyarakat akan pilihan dalam mendapatkan kebutuhan bahan pangan yang holistik.

Pandemi yang masih berlangsung akan memainkan peran utama dalam membentuk tren makanan dan minuman terlepas dari apakah COVID-19 itu sendiri akhirnya menjadi sesuatu dari masa lampau. Teknologi akan terus memainkan peran yang penting dalam bagaimana makanan yang kita makan diproduksi, dikemas, dikirim, dan bagaimana rasa dan aromanya.

Investasi dalam teknologi pangan akan terus meningkat untuk membantu memenuhi janji sistem pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi dunia. Bagaimanapun, kita adalah apa yang kita makan.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now