Menu Close
Photo by Chris Montgomery on Unsplash

7 langkah untuk kurangi hilangnya pembelajaran (learning loss) akibat pandemi COVID-19

Penutupan sekolah dan beralihnya proses pembelajaran ke sistem online akibat pandemi COVID-19 telah mengakibatkan ‘learning loss’ (kehilangan pembelajaran) di negara-negara maju dan berkembang.

Kehilangan pembelajaran secara umum dapat didefinisikan sebagai hilangnya pengetahuan dan keterampilan siswa secara spesifik atau umum, ataupun kemunduran kemajuan akademik ketika siswa tidak berada di sekolah.

Dengan adanya kehilangan pembelajaran akibat pandemi, sebuah laporan yang diterbitkan oleh Bank Dunia dan beberapa badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti UNESCO dan UNICEF menyatakan siswa-siswi generasi ini berisiko kehilangan US$ 17 triliun atau sekitar Rp225.000 triliun pendapatan di dalam umur hidupnya, atau sekitar 14% dari pendapatan domestik bruto global.

Satu penilitian dari OECD juga menyatakan betapa signifikan nilai kerugian ekonomi dari kehilangan pembelajaran. Di Australia, nilai kerugian diperkirakan sebesar US$ 1.716 miliar atau sekitar Rp 25 triliun, sedangkan di Indonesia angka kerugian tercatat sekitar US$ 4.347 miliar atau sekitar Rp 65 triliun.

Menyadari kekhawatiran tentang berkembangnya kehilangan pembelajaran secara global, peneliti dari Griffith University (Australia) dan Universitas Pendidikan Ganesha (Indonesia) berkolaborasi dalam proyek bersama untuk lebih memahami kehilangan pembelajaran di dua negara ini.

Proyek ini memberikan tujuh rekomendasi penting untuk mengurangi dampak kehilangan pembelajaran bagi anak didik di sektor pendidikan dasar, menengah, dan tinggi sebagai akibat dari pandemi COVID-19 di Indonesia, Australia dan wilayah sekitarnya.

Meski kehilangan pembelajaran adalah hal baru dalam bahasa pendidikan, masalah kesetaraan digital dalam pembelajaran dan dampaknya telah ada selama beberapa dekade. Bagi para pendidik, catatan yang direkomendasikan di sini juga bukanlah hal yang baru.

Namun demikian, ketika dilihat lebih dalam lagi, rekomendasi yang diberikan bisa memberikan solusi ampuh untuk memecahkan masalah ini.

Selebihnya, ketika situasi kembali normal dan sekolah kembali beroperasi dengan siswa yang kembali ke pembelajaran, rekomendasi ini juga akan tetap berguna untuk meningkatkan kesetaraan digital dalam belajar, memajukan keterampilan guru dalam mengajar, dan meningkatkan proses pembelajaran yang lebih personal, yang akhirnya akan menghasilkan hasil pembelajaran yang lebih bermutu.

1. Meningkatkan investasi publik dalam infrastruktur digital

Pandemi COVID-19 mengungkapkan pentingnya peningkatan investasi publik dalam infrastruktur digital. Perbandingan terhadap angka rata-rata global menunjukkan bahwa 60% populasi di dunia memiliki akses internet, sedangkan pengguna internet di Indonesia saat ini memiliki persentase yang lebih rendah, yaitu 54% dari total populasi Indonesia.

Mengenai hal ini, kami sebagai pendidik ingin bermitra dengan pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia serta pihak-pihak terkait lainnya, untuk bersama-sama merancang dan mengimplementasikan ‘Pusat Teknologi Pembelajaran Digital’ yang tersentralisasi, dan berfokus pada masa depan.

‘Pusat Teknologi Pembelajaran Digital’ ini akan memberikan solusi yang lengkap untuk pembelajaran jarak jauh. Ini akan menjadi platform yang berguna bagi para guru dan siswa di daerah dan wilayah terpencil di Indonesia untuk mengatasi ketimpangan dalam akses pendidikan yang semakin memburuk akibat pandemi.

2. Meningkatkan keterampilan mengajar online

Baik di Indonesia maupun Australia, kurangnya keterampilan guru dalam mengajar online, ketidaksiapan guru dan siswa dalam pembelajaran online, serta kurangnya staf teknis pendukung pengajaran online telah menjadi tantangan bersama yang dialami di kedua negara.

Untuk menyikapi hal ini kami melihat pentingnya pengembangan kapasitas yang berkesinambungan untuk meningkatkan keterampilan dan kepercayaan diri dari pendidik dalam mengajar online.

3. Mempromosikan pembelajaran campuran

Pandemi COVID-19 telah mengubah cara belajar dan mengajar yang biasa dilakukan dalam pendidikan pada umumnya. Selama pandemi, ada peningkatan tekanan bagi dunia pendidikan dari sekolah dasar sampai sektor pendidikan tinggi untuk menggunakan strategi pembelajaran campuran – sebuah kombinasi antara sesi pembelajaran online dan tatap muka – untuk diterapkan secara lebih luas.

Meskipun awalnya pembelajaran campuran dianggap rumit, survei terbaru di Indonesia menunjukkan 95% pengajar di Indonesia sekarang lebih suka menggunakan pembelajaran campuran ataupun pembelajaran jarak jauh.

Hal yang sama terjadi di Australia dengan adanya pergeseran persepsi untuk memilih pembelajaran campuran di antara siswa maupun pendidik di negeri Kangguru tersebut.

Dengan perencanaan yang cermat, strategi pembelajaran campuran dapat memberikan pengalaman belajar yang setara untuk kelompok siswa tatap muka maupun kelompok siswa online.

Pembelajaran campuran akan bisa menjadi solusi efektif untuk memperbaiki dampak dari kehilangan pembelajaran di saat ini maupun masa depan yang disebabkan oleh peristiwa buruk seperti COVID-19 pandemi.

4. Menanamkan ‘SDGs’ (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan)) dalam kurikulum

Literatur menunjukkan pentingnya penanaman Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicetuskan oleh PBB di dalam kurikulum pembelajaran. SDGs akan membekali siswa dengan keterampilan dan pengetahuan untuk mengatasi tantangan dalam mencapai keberlanjutan di tingkat global yang semakin memburuk atas dampak kehilangan pembelajaran dari pandemi.

Penanaman SDGs dalam kurikulum dapat mengatasi tantangan ‘sustainability’ global lewat beberapa cara, seperti melalui studi banding antarkomunitas, pemberdayaan perpustakaan online, dan program-program yang menekankan pada kepekaan dan kesadaran sosial budaya.

Di Griffith University misalnya, SDGs telah tertanam dalam kurikulum fakultas bisnis dan ekonomi. Hal ini dirancang untuk membekali pelajar dengan kemampuan untuk mengatasi dampak-dampak pandemi seperti kehilangan pembelajaran ataupun tantangan-tantangan global yang lain.

5. Digitalisasi proses pembelajaran

Selama pandemi para guru tidak punya pilihan selain membatalkan kelas atau mengalihkan praktik pembelajaran tatap muka ke ranah digital. Salah satu tantangan terbesar adalah merancang kelas online yang akan membuat siswa tetap terlibat, dan menyediakan sarana untuk menguji siswa dan memberikan umpan balik secara efektif.
Tidak semua siswa memiliki akses yang sama ke perangkat digital. Hal ini menyebabkan kehilangan pembelajaran pada tingkat individu secara lebih menyeluruh, dari tingkat pendidikan taman kanak-kanak, sekolah dasar dan menengah, sampai ke perguruan tinggi.

Meskipun masih dalam tahap awal, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ‘artifical intelligence’ (kecerdasan buatan) dapat bermanfaat dalam upaya untuk mengurangi dampak kehilangan pembelajaran di tingkat individu. Khususnya, penggunaan ‘machine learning’ dapat berguna dalam mengukur dan memahami tingkat pembelajaran mandiri dari para siswa.

6. Menggunakan data untuk personalisasi pembelajaran

Ada banyak manfaat dalam penggunaan data di dalam pengajaran dan kurikulum pembelajaran.

Pertama, dalam penggunaan data pengajar dapat melihat perbandingan kinerja siswa di antara rekan-rekan mereka. Hal ini membantu pengajar untuk bisa memahami kebutuhan siswa secara lebih personal.

Kedua, penggunaan data analitik memampukan pengajar untuk merancang program pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan setiap siswa secara individu.

Penggunaan data juga membantu dalam penilaian tingkat kemajuan setiap siswa secara lebih baik.

Pada intinya, data analitik akan berguna untuk menilai tingkat kehilangan pembelajaran dan memungkinkan para pendidik untuk merancang strategi pembelajaran yang lebih responsif terhadap kebutuhan siswa secara personal.

Sebagai contoh, pemerintah negara bagian Victoria di Australia telah menggunakan data analitik untuk personalisasi pembelajaran.

7. Mengikutsertakan sektor perguruan tinggi dalam penelitian kehilangan pembelajaran

Pada saat ini, penelitian tingkat nasional tentang kehilangan pembelajaran di Indonesia oleh Bank Dunia hanya fokus pada dampak pandemi pada sektor taman kanak-kanak hingga sekolah menengah.

Di dalam hal ini, proyek kami akan memperluas cakupan studi yang ada dengan mengembangkan penelitian dampak kehilangan pembelajaran ke sektor perguruan tinggi, baik di Indonesia maupun Australia, serta wilayah yang lebih luas.

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now