Menu Close

Mengapa melibatkan penyandang disabilitas dalam persiapan bencana memiliki dampak lebih baik

Sebagian kerusakan akibat Siklon Tropis Seroja di Dili, Timor Leste, pada April 2021. Kandhi Barnez/AP

Dalam bencana, penyandang disabilitas kerap kali tak terlihat. Mereka tak terjamah karena sistem yang terbangun sebelum bencana menyulitkan mereka untuk terlibat.

Tanpa disadari, aktor pegiat kemanusiaan juga dapat meminggirkan kelompok-kelompok lokal sehingga membuat penyandang disabilitas semakin tak terlihat.

Penelitian kami di Timor Leste menunjukkan bahwa ketika aktor penggiat kemanusiaan bekerja bersama Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) sebelum bencana, penyandang disabilitas akan memiliki peran lebih aktif dalam situasi tanggap bencana.

Dengan persiapan semacam ini, akan memberi dampak lebih baik bagi penyandang disabilitas.

Peran OPD lokal

Di negara berkembang seperti Timor Leste, aktor penggiat kemanusiaan internasional memiliki peran yang signifikan untuk merespons bencana. Langkah-langkah yang mereka ambil bisa berpotensi untuk mendukung atau menghambat peran OPD di tingkat lokal untuk berpartisipasi dalam respons bencana.

Sebagai contoh, OPD nasional Timor Leste yaitu Ra’es Hadomi Timor Oan (RHTO) telah bekerja sama dengan Oxfam terkait program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang secara inklusif melibatkan penyandang disabilitas sejak 2018. Program ini adalah bagian DISASTER READY yang merupakan program inisiatif Australia Humanitarian Partnership antara pemerintah Australia dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Oxfam dan RHTO telah membangun hubungan kerja sama sejak banjir yang melanda Dili pada Maret 2020. Pada tahun berikutnya, Badai Seroja mengakibatkan banjir yang lebih besar lagi.

Kerja sama pada Maret 2020 merupakan tanggap bencana pertama bagi pemerintah Timor Leste yang melibatkan OPD. Pada awalnya, pemerintah dan RHTO sama-sama khawatir untuk saling bekerja sama. Namun, dengan adanya dukungan teknis dari Oxfam, kerja sama tersebut menjadi pengalaman yang positif bagi keduanya.

RHTO membantu upaya pemerintah untuk melakukan asesmen dan respons bencana dengan mengidentifikasi penyandang disabilitas yang merupakan korban bencana. RHTO lebih lanjut membuat rekomendasi agar pemerintah dapat meningkatkan kualitas inklusi disabilitas dalam asesmen dan respons bencana mereka.

RHTO juga bekerja sama dengan pemerintah dan Oxfam untuk memastikan bahwa hunian untuk penyandang disabilitas dibangun kembali dengan lebih baik.

Hasil kerja sama yang positif yang memberi pembelajaran bagi kedua belah pihak dalam membangun fondasi untuk respons bencana yang semakin inklusif terhadap disabilitas pada 2021.

Pada 4 April 2021, Timor Leste diterjang oleh banjir yang terparah sepanjang sejarah. Hujan deras akibat Badai Siklon Seroja menyebabkan tanah longsor dan banjir bandang yang melanda 13 kota.

Tiga puluh dua orang meninggal. Lebih dari 30.000 rumah tangga terdampak.

Sekitar 6,7% masyarakat yang terdampak bencana adalah penyandang disabilitas menurut data Sekretaris Negara untuk Perlindungan Sipil Timor Leste pada Juli 2021.


Read more: Dari banjir hingga siklon Seroja: krisis iklim meningkatkan risiko bencana di Indonesia


Mengapa kita perlu lebih banyak melibatkan OPD

Penyandang disabilitas di Timor Leste, seperti layaknya di negara lain, secara konsisten lebih berisiko tertinggal pada saat dan setelah terjadi bencana.

Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas data disabilitas. Hal ini menghalangi langkah untuk memahami, merencanakan, dan menyasar kebutuhan dan kapasitas penyandang disabilitas. Data yang kurang dapat diandalkan dan detail menjadi kunci permasalahan yang menghalangi penanggulangan bencana yang inklusif.

Di negara berkembang seperti Timor Leste dan Indonesia, faktor-faktor budaya dapat menyebabkan penyandang disabilitas “tersembunyi” di masyarakat. Hal ini mempersulit identifikasi penyandang disabilitas melalui sensus atau survei skala nasional lainnya.

Akibatnya, hasil data penyandang disabilitas kerap kali tidak mutakhir atau tidak reliabel.

Sebagai contoh, di Indonesia prevalensi disabilitas berkisar antara 4-11%. Angka ini bervariasi disebabkan karena perbedaan cara yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengukur disabilitas.

Karena alasan yang sama, sulit untuk meyakini bahwa data penyandang disabilitas terdampak bencana banjir di Timor Leste sebesar 6,7% sebagai data yang akurat.

Hal ini karena asesmen pasca bencana di Timor-Leste identifikasi data disabilitas belum menggunakan Washington Group Questions- alat ukur yang dianggap terbaik untuk untuk pendataan disabilitas.

Lebih lanjut, faktor struktural lain dapat meningkatkan kecenderungan penyandang disabiitas untuk terdampak negatif dari bencana.

Di Timor Leste, penyandang disabilitas memiliki tingkat kemiskinan tinggi . Mereka juga tinggal di wilayah yang memiliki risiko bencana tinggi - seperti di perbukitan yang rentan tanah longsor dan juga di dekat sungai.

Akses informasi juga mungkin belum inklusif untuk penyandang disabilitas, atau mereka tertinggal karena stigma sosial.

Pada saat bencana, penyandang disabilitas tidak bisa mengevakuasi secara mandiri atau memerlukan dukungan tambahan.

Penyandang disabilitas dapat berperan aktif dan bermakna pada saat bencana, dan tidak hanya dipandang sebagai korban yang “diselamatkan”. Akan tetapi, stigma sosial membatasi kesempatan mereka untuk terlibat.


Read more: Tiga cara mendorong kepemimpinan penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana


Respon bencana yang lebih inklusif

Selain meningkatkan rasa percaya diri para anggotanya, jalinan kerja sama RHTO dengan pemerintah Timor Leste dan aktor kemanusiaan lainnya juga meningkatkan kapasitas untuk merespon bencana dengan lebih cepat pada tahun 2021.

Dalam hitungan jam, relawan dan staf RHTO yang kesemuanya memiliki pengalaman hidup dengan disabilitas membantu proses evakuasi, asesmen, dan mendukung kebutuhan penyandang disabilitas.

Melalui kerja sama dengan Australian Humanitarian Partnership, RHTO memonitor aksesibilitas dan kebutuhan penyandang disabilitas di lokasi evakuasi, membantu mendistribusikan bantuan, dan memastikan penyandang disabilitas terlibat aktif dalam asesmen yang dilakukan oleh pemerintah.

Kehadiran mereka penting dalam membantu aktor kemanusiaan memprioritaskan inklusi disabilitas.

Pada tahap awal respons bencana, bahasa dan aksi dari pemerintah Timor-Leste menunjukkan bahwa mereka mengakui pentingnya keterlibatan penyandang disabilitas sebagai aktor respons bencana dan sebagai masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus.

Sebagai contoh, pemerintah mendukung permintaan RHTO untuk mengalokasikan sebagian dana dari pemerintah Australia untuk membeli dan mendistribusikan berbagai kebutuhan penyandang disabilitas. Hal ini memungkinkan RHTO untuk mendukung penyandang disabilitas sebelum distribusi bantuan datang dari organisasi internasional lain atau dari pemerintah.

Investasi dalam kesiapsiagaan

Kemitraan strategis antara OPD dan aktor internasional sebelum bencana dapat mendorong pencapaian tanggap bencana yang lebih inklusif disabilitas.

Aktor internasional dapat mendukung respons bencana dengan menciptakan peluang untuk OPD mengembangkan kecakapan dan pengetahuan. Hal ini mendorong OPD untuk membangun hubungan dengan pemerintah dan aktor kemanusiaan sebelum terjadi bencana.

Lebih penting lagi, OPD dapat menjadi bukan saja yang terdepan dalam menunjukkan peran dalam mendukung kesiapsiagaan dan respons bencana yang inklusif, namun juga dalam mematahkan stigma sosial terhadap disabilitas.


Annie Sloman, Associate Country Director (Program Director) Oxfam di Timor Leste ikut menulis artikel ini. Para penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Paulus Neves dan Eduardo Tilman da Silva Texiera dari Ra'es Hadomi Timor Oan (RHTO) untuk kontribusi mereka pada artikel ini

This article was originally published in English

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,600 academics and researchers from 4,945 institutions.

Register now