Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang
Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) is both a research institute and think tank established for the first time at its headquarter in Kupang, NTT, Indonesia. IRGSC regional focus includes Indonesia, Timor Leste and ASEAN countries. Being based in West Timor gives IRGCS the luxury to also focus also on NTT Studies – a regional focus of Southeastern and Eastern Indonesia.
Promoting evidence-based policy making through capacity development of scientists, bureaucrats, local politicians, NGOs/CSOs activists, CBO’s leaders, and private leaders.
Knowledge production services in areas such as:
- Mineral resource governance and conflict Studies
- Urban governance, decentralization and politics
- Disaster risk and climate governance
- Food system and nutrition system under climate stresses
- Environmental and public health governance
- Coastal resources governance
- Governance and institutional dimension of MDGs
Jonatan A Lassa, Charles Darwin University; Ermi Ndoen, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, and Yosep Seran Mau, Universitas Nusa Cendana
Ketimbang menjadikan beras sebagai musuh diabetes secara total dengan peralihan pada sumber diet alternatif rendah karbohidrat, sesungguhnya ada beberapa jalan keluar.
Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 Sinovac pada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh, Aceh Barat, 10 Februari 2021.
ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww
Ermi Ndoen, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang
Sebuah prediksi dengan data awal Februari lalu dari Bloomberg menyatakan Indonesia butuh waktu 10 tahun untuk vaksinasi penduduk sebanyak itu jika penyuntikan vaksin hanya 60 ribu dosis per hari.
Jonatan A Lassa, Charles Darwin University; Ermi Ndoen, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang; Rudi Rohi, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, and Victoria Fanggidae, The University of Melbourne
Pandemi bisa memperparah gesekan dan tegangan di antar wilayah - terutama ketika perbedaan politik dan konflik sudah ada sebelumnya.
Indonesian President Joko “Jokowi” Widodo (right) has been in an ongoing tug-of-war with his ally-turned-foe, Jakarta Governor Anies Baswedan, over pandemic mitigation.
Sigid Kurniawan/Antara Foto
Jonatan A Lassa, Charles Darwin University; Ermi Ndoen, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang; Rudi Rohi, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, and Victoria Fanggidae, The University of Melbourne
A pandemic can amplify friction and tension between jurisdictions – especially when there are political differences and existing conflict.
Tidak semua orang bisa merayakan gaya hidup konsumtif seperti itu. Masyarakat yang sulit mengakses sumber daya dan peluang kerja yang baik, misalnya, akan makin tersisih secara sosial.
www.shutterstock.com
Joseph Robert Daniel, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang
Perkembangan ekonomi Indonesia yang membaik mendorong terciptanya gaya hidup konsumtif yang memberikan dampak buruk pada warga yang tidak mampu mengikuti gaya hidup tersebut.
Seorang laki-laki duduk di kursi belakang sepeda motor memanggul layar televisi yang dijarah dari sebuah pusat perbelanjaan di Palu, Sulawesi Selatan, 30 September 2018.
EPA/Mast Irham
Ermi Ndoen, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang
Penolakan kelompok tertentu terhadap vaksin relatif konsisten sejak Edward Jenner memperkenalkan vaksinasi lebih dari dua abad lalu.
Korban gempa bumi dan tsunami menunggu diterbangkan dengan pesawat militer di Bandar Udara Mutiara Al Jufri Palu, 3 Oktober 2018.
HOTLI SIMANJUNTAK/EPA