Menu Close

Penggunaan ChatGPT tak perlu dilarang: layanan AI bisa mendukung riset dan pendidikan

Etika dan batas-batas penggunaan ChartGPT perlu kita perkenalkan kepada para mahasiswa. Pexels/Matheus Bertelli

Banyak sekolah dan universitas terkemuka di dunia, termasuk di Prancis, Inggris dan Amerika Serikat melarang penggunaan ChatGPT dalam proses belajar mengajar.

Mereka khawatir bahwa penggunaan ChatGPT akan meningkatkan potensi plagiarisme dan dikhawatirkan mengancam integritas akademik. Tapi, kecerdasan buatan telah mulai digunakan dalam bidang kesehatan, keperawatan, dan diperdebatkan kegunaaanya dalam sains.

Jika kita lihat dari perspektif yang berbeda, ada banyak hal yang dapat kita manfaatkan dari kemuktahiran kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) untuk mempermudah pekerjaan kita di dunia akademik. Misalnya, para dosen bisa memperkenalkan ChatGPT di dalam kelas sekaligus mengedukasi mereka untuk lebih bijak dalam penggunaannya.

ChatGPT juga bisa kita gunakan untuk mendukung penelitian.


Read more: Kami bertanya ke ChatGPT dan Dr Google hal yang sama tentang kanker. Ini jawaban mereka


ChatGPT untuk membantu riset

Desember 2022 lalu, dunia digegerkan dengan suatu program AI bernama ChatGPT. ChatGPT (Generative Pre-Trained Transformer), adalah sebuah program keluaran perusahaan OpenAI yang dapat menjawab segala pertanyaan dalam bentuk percakapan, atau bahasa alami manusia.

Berbeda dengan Google, ChatGPT adalah suatu “chat bot”. Ia bisa diajak “chat” mengenai apa saja.

Bagi orang Indonesia, hal yang juga dianggap mengagumkan adalah bahwa ChatGPT dapat digunakan langsung dalam Bahasa Indonesia. Misalnya, cukup mengetik “Buatkan puisi mengenai keindahan danau Maninjau”, maka dalam sekejap ChatGPT menghasilkan puisi empat bait mengenai topik yang diberikan.

Kemuktahiran ChatGPT menjadi bahan perdebatan sengit di dunia akademik. Ada yang mengagumi kecanggihan teknologi ini, tapi ada yang cemas karena AI akan menggantikan keahlian dan tenaga manusia, sehingga potensi hilangnya sebagian pekerjaan semakin tinggi.

Para dosen kewalahan karena mahasiswa bisa menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan dengan mudah dan cepat. GhatGPT bahkan bisa membantu telaah pustaka, meringkas, atau menulis sebagian karya ilmiah mereka.

Namun, kami berpandangan bahwa penggunaan ChatGPT juga membantu menunjang produktivitas akademisi, peneliti, dan mahasiswa. Berikut beberapa contoh penggunaan ChatGPT di dunia akademik:

Menulis kode komputer

Salah satu keterampilan utama ChatGPT terkait dengan penulisan kode komputer. Misalnya, melalui instruksi “tulis kode bahasa Python untuk menghitung koefisien linear”, ChatGPT dapat menampilkan kode bahasa Phyton yang sesuai.

ChatGPT bahkan bisa menghasilkan model dan algoritma yang kompleks, seperti dalam machine learning (pembelajaran mesin). Layanan AI ini, misalnya, bisa menjawab permintaan menantang seperti “berikan contoh dalam bahasa R pengggunaan model random forest untuk pendugaan ciri tanah.”

Tentu kode tersebut tidak bisa langsung jalan karena yang diberikan hanya contoh dan perlu dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Di samping itu, para pengguna pemrograman komputer dapat memakai ChatGPT untuk menjelaskan alur kerja suatu kode komputer, mencari kesalahan di suatu alur kode, menerjemahkan dari satu bahasa pemrograman ke bahasa lain.

Menulis dan menganalisis artikel

Aplikasi paling kontroversial adalah ChatGPT bisa menulis seperti manusia. Hal ini yang mengagetkan banyak orang karena berarti siapa saja bisa lolos ujian jika memiliki akses ChatGPT.

Namun, sebenarnya kita tidak perlu takut akan kecanggihan bahasa ChatGPT. Keunggulan program ini justru bisa kita gunakan untuk membantu penulisan.

ChatGPT bisa diperintahkan untuk membantu menulis suatu topik menurut fokus, format, gaya, pembaca yang dituju, dan perspektif yang kita inginkan. Misalnya, kita bisa mulai dengan meminta ChatGPT merancang kerangka satu esai atau tulisan.

Namun, itu hanyalah titik awal. Kerangka tersebut perlu dikembangkan dengan mencari literatur ilmiah. Yang paling penting adalah mengecek kebenaran tulisan AI.

Sebagian penulis terkadang mengalami hambatan menulis (writer’s block) atau kehilangan kata saat menyusun kalimatnya. ChatGPT bisa membantu penulis untuk mengatasi masalah ini. Misalnya, dengan meminta ChatGPT memberikan ide penulisan topik satu paragraf, kita bisa melanjutkannya sehingga menghilangkan hambatan menulis.

Selain itu, kita bisa meminta ChatGPT memperbaiki tulisan – seperti meningkatkan kejelasan dan membuatnya lebih langsung atau akurat. Untuk bahasa Inggris (atau bahasa asing lainnya), mintalah ChatGPT untuk menjelaskan kesalahan struktur dan tata bahasa, serta bagaimana memperbaikinya.

Artikel ilmiah dalam bahasa Inggris kadang rumit dan susah diringkas. Mintalah chatGPT meringkas poin-poin penting dari satu paragraf artikel ilmiah.

Dengan bantuan tersebut, mahasiswa bisa dilatih untuk meningkatkan ketrampilan pemahaman artikel ilmiah. Bahkan, ChatGPT bisa juga diminta untuk menulis surat, membuat lelucon, puisi, lirik lagu dan lainnya.

Keterbatasan

ChatGPT menggunakan algoritma pembelajaran mesin yang disebut Large Learning Model, yang dapat memproses sejumlah besar data teks, termasuk buku, berita, halaman Wikipedia, dan jutaan situs web.

Dengan “mempelajari” data yang cukup besar, model tersebut bisa mempelajari pola dan struktur bahasa dan bisa menginterpretasikan segala pertanyaan.

Saat ini, ChatGPT dianggap sebagai AI yang paling canggih, namun tidak bebas dari kesalahan dan keterbatasan. Kalimat yang dihasilkan sangat mengesankan tapi kontennya terkadang sangat dangkal, tidak tepat, atau bahkan salah.

Untuk itu, hasil ChatGPT harus kita periksa dan validasi. Beberapa reviu termasuk oleh penulis dan para kolega kami menemukan bahwa pemanfaatan ChatGPT untuk topik yang belum memiliki cukup informasi di dunia maya, dapat berakhir dengan munculnya jawaban yang sama sekali tidak akurat.

Ada kesalahpahaman bahwa ChatGPT dianggap sebagai sumber pengetahuan. Mempercayai sepenuhnya hasil ChatGPT cukup berbahaya dan meracuni pikiran kritis. Padahal sebenarnya, ChatGPT adalah “alat” yang memodelkan bahasa, bukan pengetahuan.

Misal saja, kita bisa bertanya “Berikan satu contoh aplikasi AI di dunia pertanian”.

ChatGPT bisa jadi menjawab seperti ini:

“Penggunaan drone: AI dapat digunakan pada drone untuk memetakan lahan pertanian dan memberikan informasi tentang kondisi tanaman, curah hujan, dan penggunaan air. Hal ini dapat membantu petani dalam membuat keputusan yang tepat terkait penggunaan sumber daya dan waktu panen yang optimal.”

Walau jawabannya cukup meyakinkan, namun jika seorang petani membeli drone dan meminta ChatGPT memetakan lahan pertanian, sang petani tentu akan kebingungan.

Untuk mendapatkan informasi “kondisi tanaman, curah hujan, dan penggunaan air” dengan drone, seorang pengguna perlu mempelajari prinsip remote sensing (pengindraan jarak jauh), pengolahan data, penggunaan perangkat lunak, dan pengetahuan teknis lainnya.

Sementara ini, jawaban ChatGPT seolah lebih cocok untuk menjawab topik penelitian S3, bukan jawaban teknis praktis.

Jangan berharap ChatGPT untuk menuliskan penelitian kita. Kreativitas adalah bagian penting dari penelitian – AI tidak dapat melakukan hal itu.

Bahkan, dunia penerbit jurnal kini telah menerapkan peraturan ketat terkait ChatGPT. Baru-baru ini, kami menerima email dari Direktur Pelaksana Jurnal Elsevier tentang kode etik penggunaan ChatGPT bagi penulis artikel ilmiah.

Para penulis artikel ilmiah harus menyatakan apakah menggunakan ChatGPT ketika menyusun artikel tersebut, dan ada pedoman yang harus diikuti para editor dan reviewer.


Read more: ChatGPT membunuh tugas esai murid dan mahasiswa? Para filsuf bilang itu omong kosong


AI dalam pendidikan dan pengajaran

Dengan mengetahui keterbatasannya, dosen dan mahasiswa bisa memanfaatkan ChatGPT mulai dari membantu mengatasi hambatan menulis, pemecahan masalah, hingga penulisan kode komputer.

Kita tidak perlu melarang penggunaan ChatGPT. Justru, kita perlu memperkenalkan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan mendiskusikan etika penggunaakannya dalam pendidikan.

Tapi bagimana dengan mahasiswa yang memakai ChatGPT untuk menulis tugas mereka?

Rancanglah pertanyaan atau tugas yang mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis, bukan jawaban yang bisa disalin langsung dari buku teks atau halaman situs.

Ajak para mahasiswa mengecek jawaban yang diberikan oleh ChatGPT. Dengan ini, misalnya, kita bisa melatih mahasiswa untuk memberikan jawaban yang lebih kritis dari pemberian ChatGPT.

Di dalam kelas, para dosen bisa mengajak mahasiswa membahas satu topik lebih mendalam dan memperlihatkan jawaban ChatGPT. Jelaskan kebenaran, kekurangan atau kesalahan dari jawaban tersebut.

Harapannya, mahasiswa akan mengetahui kedangkalan pengetahuan ChatGPT dan mengapresiasi pemikiran kritis dan kreativitas yang hanya bisa dilakukan dengan pemikiran manusia.

Walaupun ChatGPT bisa membantu dalam penulisan, akademisi perlu memiliki keterampilan untuk komunikasi. AI tidak bisa merumuskan pertanyaan penelitian, merancang eksperimen, dan menginterpretasikan hasil penelitian. Selain itu akademisi perlu basis pengetahuan yang kuat sehingga dapat mengidentifikasi bias, mengajukan pertanyaan kritis, dan memastikan keakuratan dan validitas temuan penelitian.

AI tidak akan membuat kita kehilangan pekerjaan. Dengan merangkul perkembangan teknologi, maka keterampilan kita bisa meningkat, tugas-tugas baru akan muncul ketika pekerjaan rutin suatu hari diambil alih oleh AI.

Selamat memasuki dan menikmati dunia AI.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 182,400 academics and researchers from 4,942 institutions.

Register now