Ada sebuah kerangka analisis yang efektif untuk merancang sistem komunikasi risiko bencana yang benar-benar melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat lokal.
Kota dan kabupaten di Indonesia harus memiliki perencanaan tata ruang yang peka terhadap bencana atau bahkan mempromosikan budaya keselamatan dalam kehidupan sehari-hari publik.
Pengetahuan lokal redup sebelum 1907 dan menguat kembali setelah era itu hingga berhasil menyelamatkan masyarakat dari badai tsunami terdahsyat pada 2004.
Pemantauan bencana dan sistem peringatan tidak akan berguna jika orang tidak memahami pesan, tidak mempercayai pesan, dan tidak memiliki tempat yang aman untuk dituju.
Belajar dari gempa Lombok dan Palu, seharusnya pemerintah dan masyarakat Indonesia bangkit dan sadar pentingnya dan gentingnya beraksi mengurangi risiko bencana.
Usaha-usaha sebelumnya untuk melindungi gedung-gedung dari gempa bumi dengan mengubah dasar bangunan mereka hasilnya menunjukkan sesuatu yang menjanjikan.
Program kesadaran dan pendidikan yang berkelanjutan adalah bagian terpenting dari sistem peringatan tsunami di daerah pesisir seperti Palu yang berisiko tsunami.