Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak muda di Indonesia peduli masalah iklim, antusiasme, pengetahuan dan kontribusi mereka ternyata masih rendah. Apa penyebabnya?
“Apa yang lebih berharga, seni atau kehidupan? Apakah kalian lebih mengkhawatirkan soal pelestarian karya seni dibandingkan planet dan orang-orang?” ujar dua aktivis itu.
Kami bertanya kepada dosen dan peneliti tentang buku-buku yang menurut mereka bisa menjadi jendela untuk memahami tantangan sosio-politik generasi muda di Indonesia.
Fenomena apa yang menjelaskan bangkitnya demam ekstrem kanan kaum muda Eropa? Apakah hal serupa bisa terjadi juga di Indonesia, di mana polarisasi politik kian gencar beberapa tahun belakangan?
Riset kami menemukan bahwa aktivisme mahasiswa masih menjaga jarak dari politik elektoral dan perebutan kekuasaan melalui partai politik, namun peka terhadap isu demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
Media digital membuka ruang baru partisipasi politik, terutama untuk kelompok Generasi Milenial dan Z. Sayangnya, pemerintah cenderung menghadapi aktivisme generasi muda menggunakan represi.
Banyak orang di Indonesia memiliki persepsi bahwa usia muda menandakan belum matangnya pengalaman maupun kemampuan seseorang untuk terjun ke dunia politik.
23 Tahun Reformasi: lika-liku gerakan politik anak muda setelah 1998
Pada episode ini, kami berbincang dengan Robertus Robet, aktivis hak asasi manusia (HAM) dan juga dosen sosiologi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tentang gerakan politik anak muda setelah 1998.
Anak muda mampu bergerak dalam jumlah besar secara cepat. Namun salah satu tantangan utama mereka adalah mempertahankan hidup gerakan selepas dari jalanan.