Turunnya polutan udara karena pembatasan aktivitas manusia membuat Bumi bernapas lagi.
Disiplin ilmiah, gaya jurnalistik
Artikel-artikel mengenai emisi gas rumah kaca
Menampilkan 41 - 56 dari 56 artikel
ASEAN bisa memberikan dorongan kepada negara-negara anggota untuk berkomitmen menyelesaikan asap karhutla yang terjadi hampir setiap tahun.
Teknologi efisien energi bisa menghemat miliaran rupiah dan menghindari pembangunan 50 pembangkit listrik pada 2030.
Dengan keberadaan sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, dan ketersediaan lahan, Indonesia bisa menghasilkan 100% listrik hanya dari sinar matahari.
Keberadaan kebun kelapa sawit di area pedalaman tidak selalu sinonim dengan peningkatan kekayaan dan taraf hidup.
Mengatasi krisis iklim dan memberikan keuntungan ekonomi masyarakat tidak harus bersebrangan. Hal ini bisa dicapai melalui skema insentif keuangan yang tepat.
Sumbangan 10 miliar dolar AS dari Jeff Bezos mungkin memang luar biasa, namun ini masih jauh dari transisi demokratis yang sangat kita butuhkan.
Penelitian menunjukkan bahwa total sampah plastik di Jakarta mencapai 2,1 juta kilogran atau setara dengan 1.000 mobil Tesla Model S.
Perkebunan kelapa sawit baru lebih membahayakan lingkungan dibandingkan dengan kebun lama.
Ekonomi digital semakin bertumbuh, demikian juga dengan emisi gas rumah kaca, sampah eletronik, dan polusi yang berasal dari industri tersebut.
Hidup secara berkelanjutan memang memiliki tantangan, tetapi tidak lebih besar dari iklim dan kondisi geografi Antarktika.
Siapa yang menang, siapa yang kalah, dan alam siapa yang kita bicarakan saat berbicara soal solusi berbasis alam?
Indonesia luncurkan instrumen ekonomi untuk perlindungan lingkungan, LH Fund, untuk mempermudah investasi hijau sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca.
Penelitian terbaru menunjukkan pemanasan lebih dari 2°C menjadi titik penting bagi lapisan es di Antarktika, yaitu pencairan es secara besar-besar dan perubahan garis pantai di masa mendatang.
Yang menjadi ironi adalah para miliarder yang menciptakan masalah ini akan bisa bertahan hidup, sementara kita semua mati kepanasan di dalam mobil pengap berukuran planet.
Misinformasi dan kebohongan sering digunakan untuk menyangkal ilmu perubahan iklim- inilah bagaimana melihat dalam kabutnya
Kontributor teratas
-
Assistant Professor of International Relations, Universitas Katolik Parahyangan
-
Postdoctoral Research Associate, ARC Training Centre for the Global Hydrogen Economy, Particles and Catalysis Research Laboratory, UNSW Sydney
-
Peatland Restoration Technical Expert, World Resources Institute
-
Marine Biogeographer, British Antarctic Survey
-
Professor in marine science, University of Otago
-
Associate Professor, Faculty of Agricultural and Environmental Sciences, McGill University
-
Assistant Professor of Geography, Texas A&M University
-
ARC Future Fellow in Marine Ecology, The University of Western Australia
-
Postdoctoral researcher, Geography, Norwegian University of Science and Technology
-
Researcher, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
-
Professor of Physical Climate Change; Director of the Priestley International Centre for Climate, University of Leeds
-
Chief Research Scientist, CSIRO Environment; Executive Director, Global Carbon Project, CSIRO
-
Professor of Disasters and Health, UCL
-
Associate Professor in Policy and Intersectionality, UCL
-
Lecturer in Sustainability, University of Manchester
