Ilustrasi pasukan siber.
chainarong06/Shutterstock
Propaganda media sosial yang memuat disinformasi dan ujaran kebencian berbasis identitas masih digunakan oleh pasukan siber menjelang Pemilu 2024.
Photo by Solen Feyissa on Unsplash CC BY.
TikTok adalah alat strategis baru bagi para propagandis untuk mendorong narasi politik selama periode pemilihan.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi berpidato pada pembukaan forum Kebijakan Luar Negeri dan Kesehatan Global di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pada Januari 2020.
M Risyal Hidayat/Antara Foto
Mari kita tengok sejarah semantik kata ‘kebijakan’.
Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, tahun lalu. JSKK meminta Presiden Joko “Jokowi” Widodo segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu .
Galih Pradipta/Antara Foto
Upaya menawarkan narasi alternatif dari Peristiwa 1965 terus berlangsung di dunia digital.
Click bait.
Crystal Eye Studio/Shutterstock.com
Pada 2022, warga negara maju mungkin akan dapat lebih banyak berita palsu daripada informasi akurat. Kecerdasan buatan bisa disalahkan—tetapi juga bisa bantu orang memilah kebenaran dari kebohongan.
ISIS telah menggunakan propaganda penuh fantasi yang menggambarkan Negara Islam tersebut sebagai sebuah wilayah yang penuh kebahagiaan melalui media sosial untuk mendapatkan pendukung.
www.shutterstock.com
ISIS telah kehilangan sebagian besar wilayahnya, tapi penting menyadari bahwa ISIS bisa menggunakan internet dan media sosial untuk merekrut anggota dan menyebar propaganda.