Desain kelembagaan BRIN yang tertuang dalam landasan hukumnya sejak awal sudah memuat karakter birokratisasi, sentralisasi dan kendali yang meredupkan upaya penguatan riset dan ekosistem pengetahuan.
Pasca peleburan berbagai lembaga riset Indonesia di bawah panji BRIN, banyak peneliti merasa terombang-ambing tanpa kejelasan terkait status pekerjaan mereka.
Di episode ini kami ngobrol dengan Sulfikar Amir, peneliti politik sains dan teknologi di Nanyang Technological University (NTU), Singapura untuk membedah kontroversi BRIN-Eijkman.
Sejarah telah menunjukkan dampak fatal yang bisa timbul jika ilmu pengetahuan alam disetir kepentingan ideologi, dari penelitian tentang iklim, kesehatan publik, hingga biologi.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BPTBA-BRIN) sudah melakukan penelitian yang membuktikan manfaat teknologi pengalengan makanan tradisional untuk mendukung bisnis UMKM lokal.
Kami berbicara dengan dua profesor untuk menjelaskan kekhawatiran mereka terhadap keberadaan dewan pengarah tersebut di salah satu institusi riset terbesar di Indonesia.
Kami bertanya kepada beberapa akademisi untuk menjelaskan pilihan Jokowi untuk tiga lembaga negara yang baru dan tantangan yang harus mereka hadapi ke depannya.
Yanuar Nugroho, Centre for Innovation Policy and Governance
Penggabungan sebagian fungsi ristek ke dalam Kemendikbud, bersamaan dengan pemisahan BRIN menjadi lembaga sendiri, membawa tantangan –- bahkan masalah.
Antoni Putra, Indonesian Center for Law and Policy Studies (PSHK)
Meskipun sudah diwacanakan sejak 2019, Peraturan Presiden (Perpres) terkait struktur dan kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) masih belum jelas bahkan setelah hampir 2 tahun.
Indonesia telah mengambil langkah tepat khususnya dalam dua hal: pembentukan badan yang berfungsi untuk mengoordinasi penelitian nasional dan pengembangan sistem pendanaan penelitian yang efektif.