Indonesia mampu meningkatkan penemuan kasus baru TB sebesar 90% dalam dua tahun terakhir. Namun, pemerintah perlu cekatan melakukan langkah strategis agar temuan ini tidak sia-sia.
Individu terinfeksi atau pasien TBC mempunyai risiko peningkatan masalah kesehatan jiwa selama proses diagnosis, pengobatan, dan pemulihan. Langkah strategis diperlukan untuk menjawab masalah ini.
Indonesia merupakan negara dengan tingkat penderita TBC tertinggi kedua di dunia – tapi kurangnya pendanaan berarti tidak cukup banyak orang yang dapat didiagnosis dan diobati dengan cukup cepat.
TB merupakan permasalahan multidimensi yang tidak hanya bertumpu pada aspek medis, tapi juga melibatkan aspek-aspek ilmu pengetahuan, sosial, politik, dan budaya.
Studi di Turki menunjukkan keterlibatan tenaga kefarmasian dalam pelayanan langsung terhadap edukasi, pendampingan dan monitoring pasien TB dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan TB.
Dengan adanya teknologi, masalah pasien TB yang bersifat personal bisa diatasi dan target pemerintah Indonesia untuk bebas TB pada tahun 2030 bukan hanya jargon semata.
Pemerintah pusat dan daerah harus memperluas layanan pengobatan TB RO, desentralisasi layanan TB RO, peningkatan sumber daya manusia, dukungan sosial ekonomi, dan meminta dukung multisektor.
Pasien TB yang juga menyandang DM lebih banyak memiliki keluhan lain selain keluhan yang banyak dijumpai pada TB, sementara untuk keluhan TB-nya sendiri tidak lebih berat.