Sextortion merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual online yang paling marak di Indonesia. Tapi sudah cukup kuatkah payung hukum penaganannya di Indonesia?
Seleksi kepala sekolah di Indonesia bersifat ‘netral gender’ dan berbasis kompetensi kandidat. Tapi, dengan demikian, regulasi tersebut justru buta terhadap hambatan khas guru perempuan.
Banyak lulusan hukum kelak berperan penting dalam penyelesaian sengketa bisnis – dari menjadi arbiter hingga advokat hukum bagi pihak yang bersengketa. Sudahkah kampus menyiapkan mereka dengan baik?
Upah minimum masih jadi satu-satunya kebijakan pengupahan yang terlihat, dapat dirasakan, dan mudah diawasi oleh publik. Sayangnya, politik penentuannya menjadi makin pelik pada era UU Cipta Kerja.
Pelaku kekerasan seksual dan aparat penegak hukum kerap menyalahkan dan meneror korban, sehingga banyak korban berujung meminta maaf, menarik laporannya, atau bahkan dikriminalisasi balik.
ODHA masih mengalami hambatan berupa kesulitan mendapat pendampingan, stigma dan diskriminasi dari aparat, dan kesulitan mendapat hak layanan kesehatan.
Urusan melaporkan masalah hukum kepada lembaga negara bukanlah hal yang mudah dilakukan. Namun, polisi harus siap menjadi garda terdepan khususnya di pelaporan kekerasan seksual.
Keterbatasan reformasi hukum tak semata soal institusi, rentang waktu yang pendek atau pluralisme hukum, melainkan lebih berkaitan dengan watak tata politik-hukum yang cenderung iliberal.
Tidak hanya pengembang, namun para pihak yang mendesain teknologi dan platform di mana aplikasi seluler dibuat dan dipasarkan, juga harus diminta pertanggungjawabannya dalam melindungi data pengguna.
Dalam episode terbaru SuarAkademia, kami berbicara dengan Bestha Inatsan Ashila dari Indonesian Judicial Research Society_(IJRS), tentang lemahnya penanganan korban kekerasan seksual di Indonesia.
Dalam menghadapi aktivis dan kritik masyarakat, korporasi dan oknum aparat seringkali mengandalkan pendekatan manipulatif yang disebut Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).
Solusi menikahkan korban dan pelaku tidak hanya merampas korban dari berbagai hak yang dimilikinya, tapi juga menunjukkan betapa sistem hukum di Indonesia belum memihak pada korban kekerasan seksual.
Bagaimana sebenarnya konsep consent dari sudut pandang ilmu hukum, dan benarkah hal ini memicu maraknya perilaku seks di luar pernikahan atau yang melanggar hukum?