Dibutuhkan kontribusi yang lebih baik dari beragam aktor, mulai dari pemerintah, platform digital hingga kelompok masyarakat sipil untuk melawan gangguan informasi pada menjelang Pemilu 2024.
Meningkatkan kesadaran tentang bahaya konten manipulatif dapat membuat masyarakat menjadi konsumen informasi yang lebih kritis melalui lokakarya, kampanye media, dan kurikulum pendidikan.
TCID bekerja sama dengan Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), meluncurkan kolaborasi Panel Ahli Cek Fakta untuk menangkal dis/misinformasi menjelang Pemilu 2024.
Pada Pemilu 2024, fenomena penyebaran disinformasi kemungkinan besar akan terjadi lagi. Seluruh pihak berpotensi terpapar maupun ikut memproduksi disinformasi untuk beragam tujuan.
Secara psikologis, individu yang menerima informasi palsu secara perlahan membangun keyakinan mereka yang baru. Ini bisa mendorong mereka untuk ikut mendukung dan menyebar informasi itu.
Setelah mengakuisisi Twtter, Elon Musk mengusulkan bahwa pengguna bisa ‘membeli’ lencana verifikasi dengan harga hanya US$8. Sistem yang problematis ini akan punya konsekuensi yang luas.
Riset terbaru kami menunjukkan bagaimana disinformasi yang mempromosikan narasi pro-pemerintah tentang otonomi khusus Papua membanjiri Twitter sejak Februari 2021.
Disinformasi sedang diprivatisasi di seluruh dunia. Industri baru ini dibangun di atas kerjasama berbahaya dari tenaga kerja murah, algoritme teknologi tinggi, dan narasi nasional yang emosional.
Sebagai ruang publik baru, media sosial memiliki data penting bukan saja untuk penelitian ilmiah, tapi juga agar peneliti dapat terlibat mengatasi berbagai permasalahan di masyarakat.
Nurhayati, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara and Tri Bayu Purnama, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Selain mengedukasi masyarakat, Dinas Kesehatan harus juga mengedukasi ulama terlebih dulu tentang prosedur pemulasaraan jenazah yang terpapar COVID-19.
Politikus dan partai politik di Indonesia harus bisa menahan diri untuk tidak mengerahkan pasukan siber untuk memenangkan perebutan kekuasaan dalam pemilu dan membelah opini publik terkait kebijakanu .