Menghentikan masuknya pengungsi dan pencari suaka bukan solusi yang akan serta merta berdampak pada meredanya konflik atau membuat warga lokal lebih tenang.
ASEAN belum menunjukkan langkah efektif dalam penyelesaian krisis Myanmar. Blok ini juga masih menginterpretasikan prinsip non-intervensi secara sempit.
Perlawanan Myanmar terhadap rezim militer yang brutal hampir tidak dilirik oleh Barat. Padahal sikap mereka terhadap Ukraina menunjukkan kekuatan militer Barat dapat membantu kelompok pro-demokrasi.
Persekusi yang terus berlanjut di Myanmar, dan kondisi hidup yang sangat sulit di Bangladesh mendorong pengungsi Rohingya terus mencari tempat perlindungan.
Sulit untuk menerka apa manfaat kudeta ini bagi militer; militer selama ini telah mampu memperluas pengaruh dan mendapat kepentingan ekonomi di negara itu.
Solidaritas sesama Muslim, hukum adat, dan pengalaman konflik dan bantuan asing dapat menjelaskan mengapa orang Aceh sangat terbuka pada orang yang kesulitan.
Banyak orang Rohingya di kawasan tak berkewarganegaraan dan hidup terombang-ambing. Itu sebabnya kelancaran kesepakatan repatriasi Rohingya dan apa saja isinya, penting bagi jutaan manusia.
ASEAN perlu memperbaiki proses akreditasi untuk organisasi masyarakat sipil (CSO) guna mendukung lebih banyak kegiatan berbasis komunitas yang dapat membantu memecahkan masalah regional.
Pemerintah daerah bisa saja diminta menyediakan penampungan bagi pencari suaka dan pengungsi menurut peraturan presiden tentang pengungsi. Ini mungkin akan menemui tantangan dalam pelaksanaannya.
Langkah pemerintah India baru-baru ini untuk mendeportasi warga Rohingya dari India menunjukkan diskriminasi berbasis agama di jantung kebijakan India soal pengungsi.