Pengguna ‘game online’ di usia anak rentan risiko kekerasan seksual karena game online memberikan kemudahan dan ‘perlindungan’ untuk pelaku kejahatan seksual melancarkan aksinya.
‘Sharenting’ atau aktivitas orang tua membagikan informasi anak di media sosial memiliki berbagai risiko. Untuk menghindarinya, orang tua perlu memiliki literasi digital. Benarkah demikian?
Pada Pemilu 2024, fenomena penyebaran disinformasi kemungkinan besar akan terjadi lagi. Seluruh pihak berpotensi terpapar maupun ikut memproduksi disinformasi untuk beragam tujuan.
Memperbaiki sekolah vokasi, sekaligus menutup celah kompetensi digital, bisa membantu pekerja muda untuk benar-benar meraup manfaat dari ekonomi maritim yang tengah berkembang.
Sebelum belajar coding, anak perlu belajar orientasi spasial, cara berkomunikasi, serta pemecahan masalah. Hal-hal ini bisa membantu mengajarkan hal-hal mendasar yang diperlukan dalam pemrograman.
Riset kami menemukan bahwa meski Gen Z di Indonesia cenderung percaya pada sumber kredibel, mereka masih kesulitan mendeteksi hoaks yang beredar di media sosial.
Indonesia harus menutup ketimpangan keterampilan digital untuk mencapai visi menjadi negara maju. Riset SMERU Research Institute menawarkan tiga kanal yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai visi ini.
Laporan Microsoft Digital Civility Index 2021 bulan lalu mengatakan warganet Indonesia “tidak sopan”. Penyebab utamanya adalah tingkah laku berinternet dari orang dewasa (usia 18-74).
Dalam tulisan ini, saya ingin menjelaskan beberapa hambatan dari pengajaran literasi media digital yang ada di Indonesia dan rekomendasi untuk mengatasi hambatan tersebut.
Individu memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih cemas, mudah marah, merasa lebih memadai dan memiliki perasaan rendah diri yang bersifat sementara setelah melihat media sosial.
Lebih dari 300 jam tayangan diunggah ke YouTube tiap menitnya. Banyak yang kurang ajar membuat parodi tidak pantas dari karakter yang disukai anak-anak. Mengetahui dan hati-hati menjadi langkah awal.
Sudah banyak orang tua tahu hal-hal negatif berkenaan dengan jejak digital kita dan anak-anak. Tetapi banyak yang belum tahu bahwa jejak digital bisa membangun masa depan anak.
Lecturer of Research Methodology of Communication Studies & Media Studies. Member of PhD Program at Universiti Sains Malaysia (USM) Pulau Pinang, S, Universitas Islam Bandung