Kata adalah senjata. Karena itulah istilah penting seperti “krisis” dan “malapetaka” semestinya tidak menjadi perangkat retoris yang menyingkirkan makna sebenarnya tentang aksi iklim.
Era pemadaman kebakaran dengan air sudah berakhir. Kita tengah merasakan akibat dari buruknya pengelolaan lahan dan kemandulan aksi iklim sejak dekade-dekade silam.
Indonesia perlu terus mendesak negara kaya untuk membayar ‘utang iklimnya’ ke negara miskin dan berkembang. Tanpa bantuan internasional, upaya mengatasi perubahan iklim indonesia akan kurang optimal.
Konsep jejak karbon tak hanya membuat kita merasa bersalah tentang beban iklim dalam kehidupan kita sehari-hari, tapi juga membuat kita lupa siapa kontributor terbesar emisi karbon yang sesungguhnya.
Perubahan geologi yang dipengaruhi oleh iklim dapat meningkatkan kejadian gempa bumi dan letusan gunung berapi. Akibatnya, risiko tsunami menjadi semakin tinggi.
Kenaikan muka air air laut dan bencana alam akibat perubahan iklim dapat memicu gelombang migrasi sehingga bisa memicu polemik internasional di masa depan.
Cangkang plankton menyerap karbon ke dasar laut ketika mereka mati. Proses ini memiliki nilai penyimpanan karbon tertinggi, dan bisa meningkat saat dunia menghangat, sebagaimana terjadi di masa lalu.
Angin bisa lebih kencang lagi di daerah-daerah pesisir yang terletak tak jauh dari pegunungan. Daerah ini menjadi tempat bertemunya udara panas dari pesisir dan udara dingin dari pegunungan.
Saban tujuh tahun, IPCC merilis laporan asesmen iklim global yang merupakan rangkuman dari seluruh hasil penelitian tentang perubahan iklim. Sumbernya bisa mencapai ribuan artikel ilmiah.